"Gue nggak suka penolakan, inget!" bisik Arga sedikit membungkuk. "Ini masih peringatan pertama!" tambah Arga.

Sheina pun segera bangkit dan menatap Arga tajam. Ia buru-buru melepaskan lengan Arga yang masih memegang lengannya.

Sheina menatap Arga dengan tatapan tajam. "Dan gue... nggak akan peduli apapun sama ancaman lo!" ujar Sheina dan berlalu. Namun ketika separuh perjalanan, ia menghentikan langkahnya. "...Oiya, jangan pernah sentuh apapun di badan gue. Karena lo nggak berhak! Kita bukan mahrom. Catet, kalau bisa di semua buku lo!" ujar Sheina dan berlalu meninggalkan Arga.

Arga terdiam sejenak, ia tidak terima dengan ucapan Sheina. Lagi, hatinya terasa sesak seperti kemarin. Arga pun keluar dari kelas, ia merasa sudah tidak nyaman di dalam kelas tersebut.

"Shei, lo nggak apa-apa?" tanya Dinda.

Sheina menggeleng dan tersenyum simpul.

"Serius Shei?" tanya Dinda yang khawatir.

"Iya Dinda..." jawab Sheina tersenyum tenang.

"Tea kenapa?" tanya Sheina, ketika ia baru menyadari beberapa siswi sedang berada di meja Tea.

"Ini semua karena lo!" ujar Retista kepada Sheina.

Semua murid pun berfokus padanya.

"Coba aja lo nggak dateng di sekolah ini, nggak akan ada adu bacot lagi di kelas ini!" tambah Retista.

Sheina masih mengamati perkataan Retista.

"Eh jaga mulut lo!" ujar Dinda.

"Gue bener dong, Tea nangis karena apa? Karena belain anak baru di depan Arga. Kita semua juga pada tahu, Arga itu beda dari kita." jelas Retista lantang.

"Bener, dulu nggak ada yang berani ngelawan Arga, dan kita semua aman." tambah Rizky.

"Gue akui, lo emang berani ngelawan Arga. Tapi, karena kesokan lo itu, temen kita jadi imbasnya. Seharusnya lo aja yang jadi sasarannya. Oh, mungkin karena lo anak baru, lo belum tahu siapa Arga ya?" tambah Manda kali ini. "Gue kasih tahu ya sama lo, Arga itu orang penting di sini." ujar Manda lagi.

Manusia kaya apa sih dia, sampek semua orang takut? 

"Kenapa lo diam?" tanya Retista.

"Udah cukup, ini semua bukan salah Sheina. Justru karena dia anak baru, dia nggak tahu apa-apa. Gue yang salah, gue sendiri yang beraniin diri buat ngelawan dia." ujar Tea yang sudah berhenti dari tangisnya.

Sheina melihat ke arah Tea, ada rasa bersalah di hatinya.

"Te, lo masih ngebelain dia?" tanya Retista. Retista pun kemudian langsung menatap Sheina dengan tatapan tajam. "Karena lo, Tea jadi nangis. Sekarang Tea, besok siapa lagi?" tambah Retista.

"Lo nggak bisa diam apa Re?" tanya Dinda.

"Dinda sayang, lo juga mau belain dia setelah kejadian ini?" tanya Retista. 

"Iya, kenapa?" ujar Dinda lantang.

"Kenapa?" tanya Retista. "Gue nggak mau, kalian semua akan jadi korban selanjutnya!" lanjut Retista.

"Maaf kalau gue buat kalian jadi nggak tenang. Dan makasih buat kalian yang perhatian. Tapi tolong, ini urusan gue, jadi biar gue yang selesain sendiri." Jelas Sheina. "Buat Tea, makasih ya udah mau belain aku," ujar Sheina tenang dan tersenyum simpul.

"Iya Shei, nggak apa-apa kok." sahut Tea sembari tersenyum.

Kemudian setelah itu, keadaan di kelas pun menjadi hening.

Beberapa menit kemudian, guru mapel pun memasuki kelas mereka.

***

Arga menghisap vapenya dengan tatapan kosong. Rasa sesak yang ia rasakan sungguh sangat mengganggu.

Our Crazy WeddingWhere stories live. Discover now