14 : Anna - Menyesal

2.4K 233 11
                                    

Anna's PoV

Aku dan Kineta kembali berteman sejak aku membalas pesannya di hari ulang tahunku tempo hari. Aku ingin memperbaiki hubungan kami yang rusak karena sikap jahatku padanya.

Dengan berbesar hati, Kineta mau menerima bahkan memaafkanku. Dia benar-benar orang yang baik. Sudah selayaknya Kineta mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dariku. Sherin mungkin orang tepat untuknya.

Saat kami saling mengobrol selayaknya dua orang teman yang baru bertemu kembali, Kineta berkata padaku, "Sepertinya rasaku selama ini bercampur obsesi, An. Obsesi dan rasa penasaran karena ga pernah bisa dapetin kamu. Tapi aku sayang sama kamu. Ngga mungkin ngga. Selama 7 tahun kenal kamu, selama itu pula aku mengejar kamu. Tapi di saat-saat terakhir, i think i love someone else."

"Sherin?" tebakku.

"Yeah. Waktu aku lagi sama dia, sesekali memang aku kepikiran kamu. Tapi saat aku ga sama dia, setiap saat aku mikirin dia. Seperti sekarang, aku kangen sama dia."

Aku tersenyum menanggapinya.

"Lucu ya? Aku kenal dia belum sampe setahun tapi pada akhirnya dia yang seringkali hadir di pikiran aku. Bahkan dia yang kuinginkan keberadaannya di hidupku saat ini."

"Kejar Kin."

"Hmm... tapi aku mau beresin perasaan aku sama kamu dulu. Maaf ya kalo selama ini aku seringkali mengganggu kamu. Well, mulai sekarang aku berhenti."

"Kita teman kan, Kin? Setelah semua ini, kita ga akan musuhan kan?"

"Nggalah. Kenapa harus musuhan? Aku cuma mau meyakinkan perasaan aku aja. Kalau rasa aku ke kamu sekarang hanya sebagai teman, sebagai sahabat. Is it ok?"

"Aku malah ga expect kamu segampang ini maafin aku, Kin. Kebaikan kamu ini membuatku terlihat seperti iblis dan kamu malaikatnya."

"Jangan ngomong gitu. Kalo kamu jahat, sekarang kita ga akan duduk berdua untuk bicara baik-baik seperti ini."

"Thanks."

"Well, An... Aku mau tanya sesuatu sama kamu.

"Apa?"

"Kamu ada hubungan apa sama Citra?"

"Kenapa nanya gitu?"

"Penasaran aja."

"Maksudku, apa yang membuat kamu bertanya seperti itu? Ada yang kamu tau soal aku sama Citra?"

"Aku sempat lihat kamu sama Citra di parkiran waktu aku mau kasih kue ulang tahun."

Aku mengingat-ingat hari itu. Hari dimana aku ditolak.

"Kalo kamu keberatan jawab ga pa-pa ga perlu dijawab."

"Aku suka sama dia sejak pertama dia datang ke kantor, Kin. Ga tau kenapa, aku tertarik aja sama dia. Sampai lama-lama kenal, aku makin suka. Dan semakin aku tau hidupnya, perlahan aku menyayanginya."

Sayangnya, dia masih tertutup, karena dia ga mengijinkan orang lain untuk masuk lebih jauh ke dalam hidupnya.

"Citra tau kalo kamu suka sama dia?"

"Tau. Di parkiran waktu itu, dia nolak aku."

"Hubungan aku sama dia sekarang ga jelas. Rekan kerja, tapi di luar kantor kami masih sempat jalan beberapa kali. Dia ga menjauh. Sikapnya masih baik seperti biasa. Tapi itu nyiksa, Kin. Kami ketemu tiap hari tapi yaah itu...hanya sebagai partner kerja."

Aku ingin mengenalnya dan masuk ke hidupnya, tapi dia menjadikan cinta masa lalunya sebagai pertahanan diri.

"Sama-sama berjuang untuk orang yang kita sayang ya, An? Sherin pernah bilang 'ga ada usaha yang sia-sia' and it's true."

* * *

Aku sedang mengecek isi tasku dan memastikan tidak ada barangku yang tertinggal di kantor. Thanks God it's Friday, so aku punya waktu dua hari ke depan untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran ini.

"An, jalan yuk. Ada yang mau gue obrolin." Citra menghampiriku saat aku bangkit dan ingin pulang.

"Soal apa? Ngomong sekarang aja, Cit." Aku menjawabnya sambil membaca chat Kineta yang memberitahukan bahwa ia sudah sampai.

"Lo ga ada waktu?"

"Gue udah janjian sama Kineta."

"Ngapain?"

"Dia mau nginep di tempat gue. Anaknya udah sampe nih. Bye, Cit! Lo kirim chat atau Voice Note aja." Aku bergegas melangkah supaya Kineta tidak lama menungguku.

"Murahan banget sih lo."

Langkahku terhenti karena mendengar ucapan Citra. Aku membalikan tubuh menghadapnya. Dia menatapku dengan marah, tangannya dilipat di depan dada. Kenapa dia marah? Seharusnya aku yang marah.

"Sorry, lo bilang apa tadi?" Aku berjalan mendekatinya.

"Lo pasti denger."

"Atas dasar apa lo ngatain gue kaya gitu? Cabut omongan lo!"

"Emang bener kan?"

"Apa alasan lo bilang gitu?"

"Ya lo ngacalah."

"Lo ada masalah apa sama gue? Ga jelas lo tiba-tiba hina gue kaya gitu."

"Lo pacaran sama Kineta?"

"Bukan urusan lo."

"Kenapa, An?"

"Kenapa apanya?"

"Lo bilang lo sayang sama gue."

"Iya, tapi lo ngga kan? Kineta yang sayang gue."

"Gimana ga murahan? Lo bilang sayang sama gue tapi pacaran sama orang lain."

"Masalah buat lo? Lo ga suka?"

"Gue ga suka."

"Kenapa mesti ga suka? Lo juga kan nolak gue."

Citra tersenyum sinis. "Emang bener ya keputusan gue untuk ga nerima cewe murahan kaya lo."

Plak!
Telapak tanganku perih karena aku menampar pipinya dengan cukup keras. Aku menahan diri agar tidak menangis.

Emosiku pun memuncak karena kata-katanya yang menyakitkan.
"Cukup ya! 3 kali lo bilang gue murahan. Lo keterlaluan. Lo ga tau apa-apa. Lo bukan siapa-siapa gue. Kalopun gue pacaran, gue pacaran sama manusia. Ga kaya lo yang masih terpaku sama pacar lo yang udah mati itu!"

Plaakk!

Sh*t! Tubuhku limbung. Kepalaku  pusing. Kurasakan pipiku panas dan bibirku berdarah. Kupejamkan mata beberapa saat untuk menghilangkan rasa pusing ini.
Aku dapat merasakan ada Kineta sedang menahan tubuh dan kepalaku agar tidak membentur lantai. Saat membuka mata aku sudah terduduk di lantai. Mataku berair.

"Are you okay, An?" tanya Kineta memeriksa bibirku yang berdarah.

I'm not okay.

Aku melihat pada Citra.
Ekspresinya kaget, dia menatapku dengan tatapan bersalah.

"So...sorry, Anna." Dia ingin melangkah mendekatiku.

"Stop! Pergi lo sejauh mungkin dari hadapan gue." Sekalipun aku menangis namun aku mencoba mengatakannya dengan tegas.

Citra berlutut di depanku. Tangannya ingin menyentuh pipiku yang ditamparnya tapi Kineta menahannya.

"Jangan berani-berani lo sentuh dia! Otak lo dimana sampe tega nampar Anna? Abis ini lo berurusan sama gue, Cit." Terdengar nada ancaman dari kata-kata Kineta.

"Kita pulang ya, An?" Kineta membantuku berdiri.

Sebelum pulang, aku berkata pada Citra tanpa menatapnya, "gue nyesel pernah suka sama lo. Lo ga layak dapetin gue."

D*mn it! Ini sakit. Pipiku, bibirku, juga hatiku. Bagaimana Citra bisa sekejam itu menyebutku 'murahan'?

To be continue

Published : 20 Januari 2020

Mengejar HadirmuUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum