11 : Sherin - Bodoh

2.3K 244 5
                                    

Sherin's PoV

Aku memilih untuk menjaga jarak dari Kineta. Bagaimanapun, hubungan pertemanan tidak akan bisa kembali seperti sebelumnya jika salah satunya memiliki rasa.

Lagipula aku tidak ingin semakin jatuh hati padanya jika kami tetap dekat seperti biasanya. Tak ingin ku semakin terluka saat melihatnya terus-terusan berjuang untuk mendapatkan Anna.

Kineta tidak dengan sengaja menyakitiku, hanya saja aku yang mungkin menjadi sensitif. Padahal dari awal aku sudah tau bahwa Kineta mengejar-ngejar Anna. Hatiku yang tidak bisa memfilter kemana akan berlabuh.

Tapi setidaknya aku lega karena sudah mengungkapkan apa yang kurasakan, dari pada kupendam terus. Dan kalaupun aku menjauh, Kineta juga sudah mengetahui alasannya.

Pertanyaannya, apakah aku mampu menjauh darinya? Yang membuatku semangat setiap harinya adalah karena aku tau akan bertemu Kineta di cafe. Semangatku dipengaruhi dari wajah ceria yang selalu ditunjukkan oleh Kineta. Tapi untuk saat ini, aku memilih menghindar.

Masalahnya, aku tidak akan bisa menghindar jika Kineta tetap datang sebagai pelanggan cafe. Memintanya untuk tidak berkunjung pun tidak mungkin. Haknya untuk datang kemari. Lagipula dia sudah menjadi pelanggan Sense Cafe dari sebelum aku bekerja di sini.

Dia beberapa kali berkunjung ke cafe tapi tidak setiap hari dan kami bahkan tidak mengobrol. Biasanya dia akan duduk di meja yang berada tidak jauh dari posisiku bekerja sehingga kami dapat saling melihat. Namun sejak hari itu, Kineta memilih meja yang berada di sudut dan ia duduk menghadap ke jalanan, membelakangiku.

Cinta yang bertepuk sebelah tangan itu membuat hidup menjadi rumit ya?
Untuk berteman rasanya jadi canggung. Bermusuhan pun aku tak mau, karena aku tidak memiliki masalah dengan Kineta, kecuali masalah hati.

Masalah hati yang kembali muncul karena Kineta mengirim pesan padaku dan bertanya : Sher, aku masih boleh ketemu sama kamu ga?
Ini sudah tiga minggu berlalu sejak aku berkata padanya bahwa kami tidak bisa berteman.

Seperti yang kukatakan sebelumnya, masa tidak boleh? Sudah pasti kami akan bertemu di Sense Cafe. Punya hak apa aku untuk melarangnya?

Setelah kujawab boleh, ia bertanya lagi. Tapi di apartemen kamu. Masih boleh?

Kenapa harus di tempatku?

Oh, ga boleh ya?

Aku ga melarang, tapi cuma tanya kenapa harus di tempatku?

Karena aku ga leluasa ngobrol kalo kita ketemu di cafe. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu.

Di chat kan bisa.

Apa itu supaya aku ga usah datang ke tempatmu?

Supaya kamu ga perlu repot jauh-jauh ke sini, Kin.

Aku ga pernah merasa repot. Kamu merasa aku merepotkan?

Aku ga bilang gitu.

Dia hanya membaca pesanku tanpa membalasnya lagi. Apa Kineta marah karena aku terkesan menolak kehadirannya ya?

Karena merasa tidak enak, akhirnya aku mengirim pesan lagi padanya : Besok aku libur. Kamu bisa datang kapanpun kamu mau.

See? Aku yang ingin menjaga jarak tapi malah mempersilahkan Kineta datang ke tempatku. Hati dan otak seringkali tidak sinkron.

Aku memikirkan perasaan Kineta tapi tidak memikirkan bagaimana perasaanku nanti.

Masuk lagi satu notifikasi pesan darinya.
Oke. Jam 12. Kita lunch bareng. Kamu jangan masak.

Benar saja, keesokan harinya Kineta datang tepat jam 12 siang dengan membawakan kepiting saus padang, cumi goreng tepung dan udang bakar kesukaanku.

"Ini dalam rangka apa, Kin?" Aku menuangkan makanan ke wadah dan menatanya di meja makan kecil. Aku mencoba biasa saja meskipun ada sedikit rindu juga rasa aneh karena kami menjadi jarang berinteraksi.

"Fee aku waktu kerjain video project tempo hari udah di transfer. Bisa untuk DP mobil. Lumayan aku ga perlu panas-panasan atau hujan-hujanan kalo mau ketemu client." Kineta menceritakan dengan semangat sambil membantuku membawakan makanan.

"Wow! Keren. Congrats ya, Kin. Kerja keras kamu akhirnya terbayarkan. Salut. Gaya nih yang punya mobil baru." Aku turut senang dengan hasil yang didapatkannya.

"Aku mau rayain sama kamu, kan waktu aku kerjain itu kamu sering temenin aku kerja. Lagian kita udah lama ga pergi bareng. Ini aku beliin seafood kesukaan kamu. Btw, aku belom beli mobilnya. Kamu kapan ada waktu temenin aku ke dealer? Bantu pilih ya."

Kineta. Bagaimana aku mau menjaga hati jika dia bersikap sweet seperti ini?
Aku senang karena Kineta memikirkan diriku. Temannya.

"Kenapa ga ajak Anna?" Pertanyaan bodoh. Tentu saja karena Anna akan menolak Kineta.

"Anna lagi di luar kota."

"Jadi kamu memilih aku sebagai opsi cadangan dong ya? Kalo Anna mau, kamu ga akan ngajak aku?"
Ada rasa cemburu dari pertanyaanku barusan. Kineta bahkan tau Anna sedang di mana.

Kegiatan Kineta terhenti dan ia melihatku dengan tatapan - entah - mungkin terluka?

"Kamu bukan cadangan, Sher. Dari sebelumnya aku udah mikirin kamu lebih dulu untuk aku ajak rayain pencapaianku." Suaranya terdengar kesal.

Aku mengangguk. "Aku cuma nanya."

Kineta menghela nafasnya. Keceriaan di wajahnya telah hilang karena pertanyaan bodohku tadi.

"Aku minta maaf kalo kamu sekarang merasa ga nyaman karena kehadiranku. Aku cuma pengen kita tetap berteman."

Mataku memilih menghindar menatapnya. Itu karena aku tidak tau harus menjawab apa.

Rumit memang. Otak meminta menjauh tapi hati ingin tetap dekat namun bukan hanya sebagai teman. Munafik dan egois.

"Aku ga mau menjauh dari kamu, Sher. Kenapa kita mesti ga berteman lagi?"

"Sorry Kin, tapi kamu tau alasannya kenapa."

"Kamu ga mau kenal aku lagi?"
Aku lihat sorot mata terluka dari tatapannya.

Aku ragu untuk menjawab. Tapi lagi-lagi dengan bodohnya aku mengangguk, membenarkan pertanyaannya.

Kineta melengos. Terlihat emosi tapi mungkin ia tahan. "Oke. Kalo kamu memang segitu terganggunya karena aku datang, mungkin sebaiknya aku ikutin keputusan dan kemauan kamu."
Tatapannya kini terlihat marah. "Kalo gitu aku pulang aja," lanjutnya.

"Kin, sorry. Bukan itu maksudku."

Kineta menghembuskan nafasnya. "It's okey. Aku ngerti." Dia tersenyum pahit.

"Take care, Sher." Kineta berbalik melangkah menuju pintu.

"Kin?" Duh, bodoh! Kenapa mulutku terasa kelu? Ada yang ingin kusampaikan tapi tiba-tiba tak bisa terucap.

Sebelum membuka pintu, ia berbalik. "Kalo kamu perlu aku, kamu tinggal kontak aku aja. Aku tetap menganggap kamu sebagai temanku, tapi kalo kamu memang ga mau temenan lagi, it's ok. Aku hargai keputusan kamu."

Kineta lalu pergi setelah mengatakan hal tersebut.

Aku menunduk. Menangis. Merutuki kebodohanku.
Aku harus siap jika ia benar-benar memilih untuk pergi dariku karena permintaanku.

To be continue

Published : 17 Januari 2020

Mengejar HadirmuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora