Chapter 16

1.6K 164 8
                                    

Grammy Awards 2019.

Impian terbesar seorang musisi----------kalanya satu kalimat bercetak miring di atas menjadi puncak goals mereka. Seokjin tak pernah membayangkan jika hidupnya perlahan mulai menemui titik terang, seolah segala kesulitannya dibayar habis hanya dengan menginjakkan kaki pada karpet merah malam tadi. Perhelatan yang menjadi pusat perhatian seluruh dunia, musisi mana yang tidak bangga bisa mencapainya. Meski hanya sebagai presenter, namun mampu membuat jantungnya tak karuan-----terlebih dalam beberapa jam setelahnya, ada seseorang yang akan ia temui.

Setelah beberapa minggu, kini senyum favoritnya akan Seokjin lihat lagi. Bukan lagi melalui alat canggih berbentuk pipih melainkan secara langsung, nyata di depannya.

Bae Joohyun
Aku dalam perjalanan. Sampai jumpa besok malam, sayang!

Pesan yang ia terima dua hari yang lalu, ketika semua orang berfokus pada perhelatan akbar yang tengah digelar-------si pemuda dengan stelan jas yang menawan itu terduduk di pojok ruang tunggu, tersenyum bak orang tak waras.

Sebulan sudah Seokjin tak menemui kekasihnya, jadi kau sebagai pembaca harap mengerti jika si pemuda kelewat senang sebab dalam beberapa hari ke depan------entah Tuhan memang sedang berbaik hati padanya atau memang Joohyun itu takdirnya.

Beberapa hari dari sekarang, Red Velvet mengadakan konser di Los Angeles.

Daebak!

Jantung Seokjin seperti ingin keluar dari tempatnya membayangkan mereka akan dipertemukan oleh jadwal. Kebetulan langka, namun hanya senyuman yang Seokjin layangkan. Sebab ia sudah pasti mati jika jantungnya benar-benar melompat keluar. Hal-hal mustahil seperti itu hanya akan kau temui dalam beberapa cerita fiksi saja. Jangan terbawa suasana.

Tapi, tepatnya kemarin. Selepas malam ketika Seokjin menghadiri acara besar itu, bukan kegembiraan yang ia dapat.

Tepat pukul dua siang waktu setempat, Seokjin stagnan ketika sang Kakek mengumumkan hal klise tak masuk akal, tepat di depannya. Tepat di depan beberapa sanak saudaranya.

Berkencanlah dulu dengannya sebelum bertunangan!

Seperti disambar ribuan petir, Seokjin kaku di tempat. Tak mendengar lebih, sebab satu kalimat tak masuk akal sudah mampu menyedot habis kewarasan dalam dirinya.

Seokjin benci-------inilah malangnya jika kau terlahir dalam keluarga penuh aturan. Tetek bengek perjodohan sangat melekat pada kehidupan kelas atas.

Hanya satu alasan--------agar masa depan kedua perusahaan lebih gemilang.

Cih, memuakkan!

Jadi, wanita yang beberapa menit lalu membungkuk serta tersenyum manis padanya itu-------calon tunangannya?

Choi Ara, putri pengusaha properti, rekan bisnis Kakek serta Ayahnya itu-------akan dijodohkan dengannya?

Jangan bermimpi!

Hatinya sulit digapai, kau tenang saja. Hanya akan ada Bae Joohyun di sana.

"Memikirkan apa?" Seokjin kembali mengontrol raut wajahnya ketika suara di belakang menginteruspi.

Tungkainya mendekat, dengan hanya satu tarikan saja tubuh ramping itu melekat pada dada bidangnya. Joohyun-nya. Ya, hanya dia tidak ada yang lain.

"Tidak ada. Kau sudah akan pergi?" tanyanya seraya tersenyum. Setelah pembahasan yang cukup pelik malam tadi, keduanya kembali pada perasaan semula. Joohyun tak berkata apapun setelahnya, hanya usapan lembut juga ciuman beberapa menit. Tak ada lagi pembicaraan, hanya saling mendekap seraya terlelap sampai pagi.

"Iya, aku harus latihan. Yang lain sudah menunggu di luar."

"Jangan sampai sakit. Besok Ibu dan Ayah datang menemuimu." Joohyun mengangguk seraya berkemas untuk kemudian bergegas pamit setelahnya.

Sementara Seokjin, kembali dengan pikirannya sendiri-------mengenai Joohyun. Pengorbanannya, benteng pertahanannya, atau paling tidak dengan hal-hal kecil yang wanita itu tawarkan.

Semua membuatnya lebih mudah. Betapa jahatnya ia ketika tak menyadari hal-hal melelahkan itu membuat kekasihnya semakin memburuk. Menunggu------lebih dari itu, wanitanya begitu lama menahan diri akan hal-hal yang sejujurnya dapat membuat Seokjin kewalahan.

Dia seperti malaikat----manusia mana yang akan sabar jika pertemuan langka keduanya masih saja dilumuri kesalahan-kesalahan kecil terlampau sering. Joohyun terlalu sabar, sedangkan Seokjin hanya tak sadar.

Selebihnya, mereka rekat. Perjodohan saja tak membuat keduanya bersekat.

***

Jeon Jungkook gusar sejak tadi ketika mendapati kamar kakak tertuanya kosong. Setelah beberapa kali ponselnya diteror oleh si bocah kesayangan, kini batang hidung pemuda yang semalam menginap di hotel sebelah itu muncul. Dari jauh Jungkook sudah bersungut-sungut ketika Seokjin berjalam perlahan bak anak kecil----tanpa dosa.

"Kau tidur dimana semalam, hah? Semua orang mencarimu tahu!"

Tenaga Seokjin sudah habis, ia lelah dan hanya ingin tidur saja. Akhirnya hanya kekehan yang ia tunjukkan sementara jemarinya menekan sandi untuk kemudian memasuki kamarnya. Jungkook tetap mengikuti tentu saja, "Aku menemui Ibu. Kau tahu kan keluargaku kemari?"

"Apa ada hal penting terjadi?" ujar Jungkook yang seraya merebahkan diri pada salah satu sofa di sana.

"Tidak."

Tidak sekarang ia bercerita. Terlalu rumit-----simpan dulu rasa penasaranmu. Beberapa hal akan membuatnya menjadi jelas secara perlahan.

***

Lima menit usai konsernya selesai, Joohyun bergegas menuju ruang tunggu. Sebab ada yang menunggunya di sana------Ibu dan Ayah Seokjin, dengan membungkuk hormat Joohyun menyapa ketika didapatinya kedua pasangan paruh baya itu duduk di sudut ruangan. Keduanya tampak berkelas dilapisi busana bermerk namun tetap casual.

"Kalian hebat sekali malam ini, kami sangat puas. Terima kasih, nak."

Joohyun tersenyum lembut, sementara member lain tampak kebingungan sebab tak familiar dengan wajah-wajah di depannya. "Kenalkan, ini Ibu dan Ayah Seokjin."

"Ahh, Seokjin Oppa."

Nyonya Kim tersenyum ketika menyadari mereka bergaul dengan baik.

"Ini hadiah untuk kalian."

Beberapa papper bag tampak bejejer rapih, semuanya menenteng satu buah dari kelimanya. "Dan special untuk Joohyun, sama seperti punya Ibu."

"Terima kasih, Bibi Kim." Yeri jelas meringis ketika mendapat pukulan ringan pada bahu kirinya.

"Kau ini. Jaga sikapmu."

"Hahaha, tak apa nak. Dia terlihat lucu. Ajak sekali-kali mereka ke rumah, Joo." ujarnya yang tak henti memeluk bahu calon menantunya.

Mungkin, jika Kakek------eh Tuhan mengizinkan. []

Practice Makes Perfect ✔Where stories live. Discover now