PP-29

6.7K 237 9
                                    

*****

Dirly menatap kertas yang ada ditangannya dengan kosong. Dia mendapatkan itu dari Gian beberapa jam yang lalu. Pria itu mengatakan, baru saja mendapatkan alamat orang yang beberapa waktu lalu ingin di temui olehnya. Orang yang mengaku sebagai teman mendiang orangtua kandungnya. Ada sebaris alamat di sana. Alih-alih segera ke tempat itu, Dirly mendadak ragu. Ada perasaan tidak siap yang menelusupinya bagai virus. Dia gamang. Haruskah dia datang? Tapi selama ini dia ingin tahu, kenapa dia bisa tinggal di panti asuhan...

Menghela nafas, Dirly melangkah dan memasukkan kertas berisi alamat itu ke saku celananya.

Mendadak sebuah Mercedes-Benz berhenti di sampingnya. Dirly berhenti dan menunggu si pengemudi turun.

"Dirly!"

Dan bruk! Tubuh Dirly di peluk tiba-tiba, membuatnya nyaris jatuh ke belakang. Untunglah dia bisa dengan cepat menguasai diri.

"Apaan sih?" Dirly mendorong orang yang memeluknya dengan agak kasar. Orang itu nyengir.

"Aku pikir kamu udah balik, aku samperin ke proyek, di sana udah sepi."

Dirly tidak menjawab. Lengannya di gandeng.

"Ayo kita makan, aku tahu kamu lapar."

"Tiara, sebenarnya aku..."

"Aku tidak menerima penolakan." Ujar Tiara, menarik tangan Dirly dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Tiara senang karena Dirly sama sekali tidak menolak.

Mobil melaju. Tiara mengatakan banyak hal namun Dirly tidak terlalu menanggapi. Pikirannya masih semrawut akan misteri hidupnya ini. Andai saja dia terlahir dari keluarga normal dan utuh, tentu dia tidak akan sepenasaran ini.

Dirly menghela nafas panjang.

"Ayo, kita sudah sampai. Ini restoran favoritku," ujar Tiara ketika mobil berhenti.

Dirly menatap gadis yang duduk di sebelahnya dengan raut datar. Dia tidak mengerti, kenapa Tiara bersikap begitu antusias. Padahal Dirly sudah mengatakan pada gadis itu, bahwa dia sudah menikah. Tapi Tiara terkesan tidak peduli dan terus saja berada di sekitarnya.

Makan malam itu berlangsung hening. Dirly tidak begitu memperhatikan saat banyak pasang mata memandang ke arahnya dengan heran. Tentu saja, lihat penampilan Dirly memang tidak cocok masuk ke restoran mahal itu. Tapi Dirly tidak ambil pusing. Selama dia tidak di usir, dia tidak peduli. Terlebih gadis yang duduk di depannya itu.

Ponsel Dirly berdering.

Nadilla.

Dengan helaan nafas berat, dia menjawab panggilan istrinya.

Tiara mendelik tidak suka.

"Halo? Dilla..."

"Kamu di mana? Kenapa jam segini belum pulang?" Keluh Dilla.

Dirly mencoba tersenyum, "maaf ya.. ini aku lagi sama temen. Kamu gak usah nunggu. Ehm kamu sudah makan?"

"Belum, aku nunggu kamu."

"Makanlah. Aku di sini sed--"

"Dirly, kamu coba deh tiram punyaku, enak loh..." Sela Tiara.

Dirly memelototinya.

"Suara siapa itu? Kok seperti suara perempuan? Dirly?" Dilla panik.

"Sayang, aku tutup dulu ya. Kamu jangan lupa makan."

Dirly menutup telpon dan menatap Tiara dengan tajam.

"Kenapa kamu bicara saat aku bicara dengan istriku?" Tuntut Dirly.

Pengantin PenggantiWhere stories live. Discover now