PP-34

6.5K 227 3
                                    

*****

Tubuh Gian terdorong ke belakang. Pria itu menatap gadis yang sudah mendorongnya dengan tatapan bingung dan tidak percaya. Dia tidak tahu apa-apa. Mendadak Tiara datang ke rumahnya, masuk begitu saja ke kamarnya di saat dia baru saja keluar dari kamar mandi.

"Ada apa denganmu?" Tuntut Gian, untunglah dia tidak emosi saat ini.

Tiara melotot, "kenapa kamu memberikan alamat itu pada Dirly?!"

Gian mengerjap.

Tiara berjalan mondar-mandir dengan gusar. Banyak sekali yang dia pikirkan dan salah satunya adalah, dampak dari apa yang sudah pria bodoh di depannya ini lakukan tanpa sepengetahuannya.

"Kamu...?! Apa kamu sudah hilang akal?!" Bentak Tiara murka.

Gian menggeleng, "dia...temanku. Paling tidak, aku mau membantunya."

Tiara mendengus, "dasar bodoh! Dengan memberikan alamat itu padanya?"

Gian diam.

"Sebenarnya apa yang kamu rencanakan, Gian?!"

Gian masih diam. Membiarkan Tiara melampiaskan apapun itu yang menjadi kemarahannya.

"Kamu tahu kalau aku masih mencintai Dirly, kan?"

Dengan mengepalkan tangan, Gian mengangguk kaku. Dia tahu itu. Bahkan di masalalu, saat mereka bersama-sama mengkhianati Dirly, dia juga tahu. Tiara cuma menjadikannya sebagai tameng di depan keluarganya. Gian sangat tahu itu.

"Kalau sampai rencanaku gagal, aku tidak akan memaafkanmu, Gian. Ingat itu," kata Tiara penuh ancaman. Setelah itu dia meninggalkan Gian yang masih mematung.

*****

Dirly menatap perubahan sikap Nadilla dengan putus asa. Dia baru saja pulang ke kontrakan dan masih berharap jika Nadilla sudah memaafkannya. Tapi dia salah. Wanita itu masih diam dan bersikap dingin. Acuh tak acuh. Meskipun makanan sudah di siapkan, Dirly tidak berselera. Melihat istrinya yang cuma mengaduk-aduk isi mangkuk miliknya, Dirly merasa tertekan.

"Kamu tidak makan?" Tanya Dirly.

Nadilla mendongak, gerakan tangannya terhenti. "Aku tidak selera." Singkat.

Dirly mendesah, "kalau kamu tidak makan, nanti sakit. Atau kamu mau makan sesuatu secara spesifik? Aku bisa beli," bujuknya.

Nadilla menggeleng. Dia cuma tidak sedang selera makan. Entahlah, belakangan ini nafsu makannya berantakan.

"Kamu...kenapa?" Tanya Dirly hati-hati.

Lagi, Nadilla menatap suaminya itu namun memutuskan untuk bungkam. Dia belum memberitahu Dirly prihal kehamilannya, tidak tahu kenapa.

"Yasudah kalau kamu tidak mau cerita," ujar Dirly dan memutuskan keluar kontrakan, duduk di teras depan memandang malam. Dia kesal, perlahan rasa sabarnya pada sikap Nadilla kian menipis. Istrinya itu seakan dengan sengaja menguji segalanya.

Sementara di dalam, Nadilla mengusap air matanya yang baru saja tumpah dengan kepergian Dirly. Dia lelah, dia merasa sang suami begitu banyak menyimpan rahasia. Dia tidak tahan. Dia bosan. Setiap di tanya, Dirly cuma akan menjawab tidak ada apa-apa atau memintanya untuk sabar. Bukan itu mau Nadilla. Dia itu seorang istri, apakah tidak pantas mendapat sedikit saja kepercayaan dari suaminya sendiri? Kenapa Dirly selalu saja berahasia? Bersikap seakan Nadilla masih belum dewasa. Perlahan tangannya mengusap perut yang masih rata itu.

"Maafkan Mama ya sayang... Mama belum menceritakan keberadaan kamu pada Papa.. sabar ya, Nak... do'akan Mama agar Mama mampu melewati semua ini..." Bisik Nadilla pada perutnya.

Pengantin PenggantiWhere stories live. Discover now