PP-23

7.5K 246 1
                                    

*****

Dirly menatap berang pada sosok yang duduk di depannya. Sejak awal Dirly tidak mau berurusan dengan pria itu lagi. Tapi apa mau di kata? Seakan Tuhan ingin mengujinya dengan berbagai macam cobaan hingga membuat pria di depannya ini ternyata pemilik proyek yang di kerjakan Serman yang tentu saja Dirly juga terlibat karena dia salah seorang pegawai Serman.

Menyebalkan sekali kenyataan ini, pikir Dirly makin berang.

"Jadi, ada apa hingga membuatmu ngajak ketemu kaya gini?" Tanya Dirly to the point.

"Lo gak berubah ya? Dari dulu masih aja seneng buru-buru."

Dirly mendesis, "lugas saja. Kamu kan tahu aku bukan orang kaya kamu yang punya banyak waktu senggang."

Pria di depannya tergelak, "oke oke, elah. Santai aja kenapa sih? Kita kan temen lama. Jadi, gimana keadaan Lo?"

Kening Dirly berkerut.

"Gue udah nabrak Lo tempo hari. Sekarang gimana? Mendingan?"

Dirly memutar matanya, "cuma mau tanya itu? Udah beberapa hari lewat jadi aku baik-baik saja. Kalau begitu lebih baik aku balik ke proyek." Dirly berdiri dan menatap teman lamanya itu dengan berang.

Gian Wijaya. Pria yang dulu dikenal Dirly dan mereka bersahabat baik. Berbagi apa saja. Atau paling tidak, itulah yang Dirly rasakan karena dia merasa cuma Gian yang mau bergaul dengannya di sekolah ketika teman-teman yang lain tidak mau karena asal-usul Dirly yang tidak jelas. Mereka sangat dekat, di mana ada Dirly di situ pasti ada Gian, begitupun sebaliknya.

Hingga pertemuan dengan Tiara, anak baru di sekolah mereka, kedua sahabat itu mulai bersaing mendapatkan perhatian Tiara.

Ah masa remaja yang aneh.

"Gue boleh minta nomor Lo?"

Dirly menoleh, Gian terlihat serius dengan permintaannya.

"Kita masih berteman, kan?" Alis Gian menukik tajam.

Dirly mendesah, "baiklah kalau kamu mau."

Dirly tentu saja memberikan nomor ponselnya pada Gian dan tidak lupa berpesan pada pria itu agar tidak menghubunginya jika bukan masalah yang benar-benar urgent. Dirly berharap Gian mau mengerti.

*****

Nadilla menatap amplop di tangannya. Pos baru saja pergi, mengantarkan amplop yang di tujukan untuknya. Dia tidak tahu jika ada orang lain selain Nadira yang mengetahui keberadaannya hingga bisa mengirimkan amplop ini. Mana tidak ada alamat jelas pengirimannya lagi.

Dengan perlahan Dilla membuka si amplop sambil melangkah masuk ke kontrakan. Dia mengerjap. Isinya cuma selembar kertas yang sangat kecil, di sana cuma ada dua baris tulisan. Sebuah alamat yang asing baginya.

"Apa sih ini?" Kening Dilla berkerut, membolak-balik si kertas seukuran kartu nama itu dengan bingung, "pengirimnya pasti orang iseng. Gak ada keterangan apapun." Bukannya membuang si kertas, Dilla malah menyimpannya di bawah televisi entah kenapa.

"Lebih baik aku masak, ini sudah mau sore. Dirly bentar lagi balik," cetus Dilla.

Selama memasak, Dilla masih memikirkan isi kertas tadi. Sebenarnya siapa yang mengirimkan surat tidak jelas itu? Orang iseng? Sungguh buang-buang waktu! Dan apa maksudnya? Meminta Dilla untuk datang ke sana? Tapi bagaimana kalau itu jebakan? Dilla kan pelarian, bagaimana jika alamat itu ternyata mengantarkannya pada orang tuanya? Dilla menggeleng dan memutuskan untuk melupakan surat aneh itu. Dia tidak akan terpengaruh!

Pengantin PenggantiWhere stories live. Discover now