PP-28

6.6K 228 4
                                    

*****

Dirly menghela nafas panjang. Menatap sang istri yang sudah lelap sejak dua jam lalu. Dia bingung, Nadilla terus saja bertanya ada apa dengannya. Bukan Dirly tidak mau menjawab, tapi dia masih belum memiliki jawaban untuk wanitanya itu. Dan sekarang apa? Nadilla terkesan terus menuntut dan cuma bisa menuntut dengan emosi. Hasilnya? Pertengkaran pertama dalam kehidupan mereka.

Helaan nafas panjang.

"Maafkan aku, hn? Aku tidak bermaksud membentakmu..." Lirih Dirly, mengusap rambut Nadilla dalam hening. Dia tidak mungkin menyakiti wanita ini, apapun yang terjadi. Nadilla sudah mengorbankan hidupnya hanya agar mereka bisa bersama. Dirly cuma butuh waktu dan meminta Nadilla untuk bersabar. Apa itu sangat sulit? Dia tidak minta apapun. Dia cuma mau Nadilla tetap di sampingnya dan mendoakan dirinya. Itu saja. Sederhana. Kenapa menjadi sangat runyam begini?

Keesokan harinya, mereka sarapan dalam diam. Meskipun Dirly berusaha untuk mengajak Nadilla bicara, tapi wanita itu terus menghindari matanya. Dirly terima, mungkin Nadilla masih marah. Jadi, setelah menghabiskan nasi gorengnya yang agak asin, Dirly pergi ke proyek.

Sementara itu Nadilla tetap tinggal di rumah. Merenungi lagi apa yang sudah terjadi di hidupnya selama ini. Oke, sejak mengenal Dirly, dia sangat jarang melihat pria itu marah atau melakukan sesuatu yang salah. Dia menganggap Dirly itu pria yang sangat baik, pengertian dan penuh kesabaran. Tapi, jika pria itu sampai marah, apakah artinya Nadilla sudah bersikap berlebihan? Tapi dia merasa tidak bersalah. Dia seorang istri, bukankah sudah sepantasnya dia bertanya pada Dirly apa yang terjadi? Karena pria itu terus-menerus terlihat murung dan tidak bergairah. Nadilla cuma cemas. Dan dengan menghindarnya Dirly dari bercerita, Nadilla justru berpikir jika pria itu masih tidak sepenuhnya percaya padanya...

Padahal Nadilla sudah mempercayakan seluruh hidupnya pada sang suami.

"Apa sebaiknya aku minta maaf?" Nadilla berkata lirih pada ponselnya yang menunjukkan gambar Dirly di sana. Dia mendesah panjang dan mengusap perutnya dengan sendu, "apa Mama berlebihan, Sayang?" Bisiknya dengan mata berkaca-kaca.

*****

Nadilla mundur selangkah, menatap sosok di depannya dengan gugup dan ketakutan. Secara insting, dia menyentuh perutnya sambil terus menggeleng.

"Tidak, jangan ganggu aku. Aku tidak mau pulang!" Pekiknya.

"Sayang, ini Mama, Nak...ayo pulang sama Mama..." Ajak Tasya dengan kedua lengan terentang seakan Nadilla akan menghambur ke pelukannya.

Nadilla menggeleng, matanya semakin basah, "tidak. Aku tidak mau! Aku mencintai Dirly!"

Tasya menggeleng lembut, senyum menawannya masih tetap lestari di sana, "Sayang, dia bukan pria baik. Percaya sama Mama...ayo kita pulang, Mama sangat merindukanmu..."

Nadilla menggeleng lebih kencang. Sejak dulu kedua orangtuanya selalu mengatakan jika Dirly bukan pria baik. Tapi baginya, Dirly adalah wujud dari semua kebaikan yang ada di dunia ini. Orangtuanya cuma melihat Dirly dengan sebelah mata! Mereka tidak mengenal Dirly!

Tiba-tiba tangan Nadilla sudah di cengkram erat oleh seorang pria bertubuh besar dari belakang. Dia meronta dan menjerit-jerit memanggil nama Dirly untuk meminta tolong.

"Mama, lepaskan aku! Aku mohon! Aku tidak bisa hidup tanpa Dirly! Aku cinta padanya! Dirly....!!! Tolong aku!!!" Nadilla terus meronta, tapi tenaganya tidak akan sebanding dengan pria besar yang menahannya.

"Bagaimana, Nyonya?" Tanya pria itu pada Tasya.

Tasya menghembuskan nafas berat, mencoba mengabaikan teriakan-teriakan putus asa Nadilla.

Pengantin PenggantiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora