PP-20

8.4K 321 4
                                    

*****

Hari ini Dirly pulang agak malam. Dia harus mematuhi perintah mandor, tentu saja. Proyek yang di kerjakan terlambat selesai dari waktu yang sudah di tetapkan. Jadilah Dirly --yang cuma buruh rendahan-- harus menerima konsekuensi apapun itu. Termasuk kerja lembur tanpa bayaran. Mandornya memang orang yang licik. Dirly tidak suka. Tapi dia tidak punya pilihan. Pria itu sudah sangat sering mendengar Bayu mengeluhkan hal ini. Oh, temannya itu sudah beberapa hari ini pindah proyek. Muak, katanya. Andai saja Dirly memiliki keberanian seperti Bayu...

Ah, sudahlah. Lupakan itu! Yang harus aku lakukan adalah terus berusaha dan jangan mengeluh! Semua ini demi mencukupi kebutuhan hidup! Ujar Dirly dalam hati.

"Dilla, aku pulang!" Seru Dirly, masuk begitu saja ke dalam kontrakan yang tidak terkunci.

Dilla, yang sedang menonton acara televisi, menoleh pada suaminya itu dan tersenyum lebar.

"Aku kangen," ujar Dilla yang tahu-tahu sudah memeluk Dirly.

Dirly terkekeh, mengacak-acak rambut Dilla, "duh...kangen banget ya sampai gak mau lepas gini, hn?" Selorohnya.

Dilla merengut dan melepaskan pelukannya, "kamu lapar?" Tanyanya sejurus kemudian.

Dirly tersenyum, "banget. Kamu masak apa?"

"Ayo kita makan, aku belum makan karena menunggumu. Ah, aku masak makanan kesukaan kamu. Tada!" Cerocos Dilla, membuka tutup saji.

Dirly tersenyum lemah, "wah, pasti enak."

Dilla mengangguk antusias, "jelas enak. Ayo makan. Makin dingin nanti gak enak." Ajaknya.

Dirly dan Dilla makan sambil bersenda gurau. Meskipun makan cuma dengan menu yang sangat sederhana, Dirly tidak akan mengeluh. Karena cuma sampai beginilah dia bisa memenuhi kebutuhan mereka. Dia juga sudah memaksa Dilla agar mengembalikan kartu ATM pemberian Dira. Dirly berharap, hal itu sudah di lakukan. Dia tidak mau mengungkit hal itu lagi. Terlalu memalukan.

Sementara di lain tempat, Nadira tidak selera makan malam karena ada Rillian. Bukan masalah jika pria itu sendirian, karena toh dia sudah terbiasa menghadapi mulut pedas nan tajam milik Rillian. Tapi yang membuat sebal adalah, Rillian membawa serta orang asing yang mengaku bernama Evan. Karena mendengar cerocosan Evan yang tidak jelas itulah penyebab Nadira menyingkir dari meja makan.

Rillian dan sahabatnya sama-sama menyebalkan.

Bahkan dari kamarnya, Nadira masih bisa mendengar segala ocehan Evan yang tampaknya tidak di gubris oleh Rillian. Nadira mendengus, untuk apa membawa orang itu datang jika bersikap menyebalkan begitu? Dia mengingat lagi jumlah teman yang dia miliki dan Nadira meringis di buatnya. Selama ini dia sibuk mengurusi urusan kakaknya hingga tidak mempedulikan pergaulannya sendiri. Sekarang dia agak menyesal karena tidak memiliki teman.

Huh.

Mbok Narti tertawa. "Benar sekali, Tuan Evan. Tuan Rillian memang sering marah-marah tidak jelas."

Nadira mendengar jelas ledekan itu. Lalu meledaklah suara tawa dari dua orang itu. Menertawakan Rillian. Sementara yang di tertawakan tidak terdengar menyangkal sama sekali. Tapi Nadira bisa membayangkan bagaimana ekspresi pria itu saat ini.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang