11 | Patah Hati

701 53 20
                                    

“CURANG lagi, kan?” seruan Nancy langsung menyita perhatian Qia yang baru saja menutup pintu beranda. “Apa? Mau alasan kena redzone?” sungut Nancy, menatap kesal Rajendra yang dengan segera menggeleng—menepis dugaannya.

“Gue mainnya udah bener, ya!” dengkus Rajendra, sambil melayangkan sentilan di kening Nancy. “Tiga tambah tiga berapa?”

“Enam.”

“Kembar ‘kan dadunya?”

Anggukan Nancy merespons.

Rajendra kembali memungut dua dadu yang digunakan untuk mengarahkan jalannya pion, lalu dikocoknya sebentar, dia tuangkan, pionnya melaju. “Nah, kesempatan!”

“Ikutin kalimatnya apa! Jangan ngarang!”

“Bawel!” Rajendra mengambil kartu merah, lalu dia baca—disimak oleh Nancy. “Karena Anda berulang tahun, Anda berhak mendapat cilok dari setiap pemain.”

Praktis Nancy melotot.

Rajendra buru-buru menyodorkan kartu merah tersebut, dan ketika dibaca memang tulisannya begitu. Lalu Nancy tersadar akan sesuatu; tulisan Qia.

Selanjutnya, perhatian Nancy teralih pada Qia. Adik dari ayahnya itu melambaikan tangan. “TANTE KIYAAAAAH!”

“Cantik.”

“Tante ‘kan yang ngeganti tulisan tiga ribu jadi cilok?”

“Cilok harganya berapa?” balik Qia, bersedekap dada.

Nancy mendengkus, kemudian menjawab, “Tiga ribu.”

“Jadi yang salah siapa?”

“Om Jeje.” Nancy menunjuk Rajendra yang seketika melotot gemas. “Sekarang peraturannya diubah; karena Anda berulang tahun, Anda berhak mentraktir cilok.”

“Mager.” Rajendra bangkit seraya membawa gitar milik Keano, berderap menghampiri Qia, dan ditariknya gadis itu ke halaman belakang. Tiba di sana, keduanya duduk bersisian. “Sore ini gue balik ke Yogya.”

“Hati-hati, ya.”

“Bales chat gue.”

“Siyap.”

Selanjutnya, lengang.

Rajendra memainkan gitar bawaannya, menarik perhatian Qia. Cewek itu mengulum senyum kagum, diperhatikannya Rajendra sebelum suara khas cowok itu mengalun di udara, berbaur dengan suaranya.

“Terpaksa aku sendiri, sementara saja kini. Bersabar ‘kan datang hari, meskipun ku lelah. Aku takut kamu tak mengerti caraku sampaikan rasa ini, kamu tak mengerti. Ajarkan aku tuk bisa dapat ungkapkan rasa, agar kamu kan percaya begitu ku butuh cinta.”

Lantunan menggema, menyiratkan dua makna yang berbeda; Rajendra yang mengharapkan Qia kembali, sementara Qia yang menginginkan Raskal untuk dimiliki.

“Kembali lagi terulang, tergores hatiku ini. Setelah lama menyimpan, rasa ini terlalu dalam, terlalu dalam ... Ajarkan aku tuk bisa dapat ungkapkan rasa, agar kamu kan percaya begitu ku butuh cinta. Ajarkan aku tuk bisa dapat merangkai kata, agar kamu melihat bibirku katakan cinta.”

Qiana [Rewrite]Where stories live. Discover now