1 | Bertemu Lagi

2.2K 130 41
                                    

GEDUNG Universitas Indonesia berdiri kokoh menantang cakrawala. Qia yang baru saja tiba segera menuju ke kantin, menyantap bakso favoritnya, ditemani Shanum yang tampak sibuk mengerjakan tugas. Well, serajin itulah Shanum Najla Avaretta, sepupu Qia. Belum jatuh deadline udah diberesin. Beda banget ama Qia. Jangankan jatuh deadline, jatuh dari jurang aja dia bodo amat.

Seperti biasa, Qia yang paling cerewet sekaligus up to date soal hot news di sekitaran kampus mulai melancarkan aksi gibahnya. Kali ini tentang Raskal, duplikatnya Adipati Dolken yang kalau senyum dikit langsung bikin dengkul cewek-cewek pada lemes, termasuk Qia.

Dilansir dari akun Lambe Nyonyor (fanbase yang dipelopori oleh Qia guna menginfokan berbagai hot news di sekitaran kampus), kabarnya si Raskal, ketua BEM kesayangan sejuta umat itu baru saja putus dari Monik, salah satu artis yang namanya tengah naik daun.

Menurut rumor yang beredar, hubungan keduanya ditentang oleh pihak keluarga cewek lantaran si cowok yang dinilai kurang pantas mendampingi Monik. Persepsi yang langsung ditampik oleh celotehan Qia kemudian.

“Bangsat banget tu keluarganya Monik alias monyet unik! Mereka kalau ngaca di empang apa ya? Kayak seakan-akan tuh keluarganya udah paling bener gitu. Padahal ‘kan Bapaknya si Monik sempet korupsi dan beritanya juga heboh ke mana-mana.”

Shanum dengar tapi enggan menggubris.
Qia lantas mengirimkan sesuatu di room-chat para bigos. Shanum sampai geleng-geleng menyaksikan tingkah sepupunya.

Sejak dulu, sekolah maupun kampus adalah tempat untuk dia mencari teman sebanyak-banyaknya. Wadah melumpuhkan pilu yang sedari dulu enggan berlalu. Qia lelah berteman dengan sepi, menuruti pahit yang seolah sukar untuk menepi.

“Wih, anjirr!” Qia kembali heboh. Di sampingnya, Shanum menoleh, disorotnya Qia dengan tatapan aneh. “Ada Pangeran Kuda Poni, cuy!”

Shanum praktis melongo, selagi Qia bangkit dan mencangklong tas ranselnya. Sebelum pergi, Qia menurunkan pandangan. “Mayan tu bakso gue tinggal empat. Sekalian bayarin, ye. Bye!”

Shanum mendelik. Hendak mendebat, tapi Qia keburu kabur. Cewek yang gemar memakai kacamata stylish itu telah menyusuri lorong koridor. Dengan jurus seribu kaki, dia berlari mendekati sang senior. Berulang kali menubruk teman-temannya dia tutup dengan ucapan sori, sampai ke sekian kalinya ....

Bugh!

Dia menabrak orang lagi. Cepat-cepat dia haturkan maaf, tapi orang yang ditabrak malah mencekal tangannya. Spontan dia menengok, detik berikutnya melotot. “Elo?”

“Hm, gue.”

Qia menepis cekalan tangan si cowok. “Kok, lo nongol lagi, sih?!” racaunya, dengan suara cempreng yang menggelegar. Bahkan semua orang sampai menoleh, termasuk Raskal. “Oh ... atau jangan-jangan lo secret admirer gue?”

“Paan, sih? GR banget!”

“Wah, nggak bener nih! Mesti gue laporin Kak Seto.”

Denis mengernyit. “Lah, pan gue kaga nyolong ayamnya Kak Seto? Ngapain lu lapor, Cantik?” Tangannya bergerak, menoyor kepala Qia. “Otak buat mikir, Neng.” Kaki kanannya diangkat lalu tangannya beralih menepuk dengkul.
Kontan Qia melotot. “Lu ngatain otak gue di dengkul?”

“Ngerasa?”

Fucek!” tukas Qia, sambil mengacungkan jari tengah, kemudian enyah.

Denis tertawa gemas. “Kalau jalan pake mata, Beb. Tapi kalau mencintaiku cukup pake hati dan perhatianmu. Aku mah orangnya simple. Maklum, anaknya Simple Man.”

***

“HAI, Kak!” sapa Qia, mengambil duduk di samping Raskal.

Cowok itu mengulum senyum. “Kamu, kok, di sini? Emang nggak ada mata kuliah?”

Qia menggeleng. “Enggak, Kak. Dosennya lagi mencret-mencret. Maklum, keseringan main sama cabe,” cengirnya, cengengesan. “Makanya nih ya, Kak, aku nggak pernah main sama cabe. Jangankan main sama cabe, lha wong, makan pake cabe aja aku langsung kepedesan. Maklum, perut-perut kaum elit.”

Raskal nyaris menggelindingkan bola mata. Jawaban Qia benar-benar menggemaskan—selaras dengan figurnya. Dan jujur, dia sudah terkesan pada gadis ini sejak melihatnya di depan pintu gerbang Universitas Indonesia. Saat itu, dia dan teman-teman seperumpiannya tengah menghibahkan salah satu dosen yang terkenal killer di kampus ini.

Dari cara Qia berbicara, lalu dilanjut tawa, tidak jarang menimpali ocehan para rekannya dengan jokes absurd-nya, Raskal mulai bersimpati. Menurutnya, Qia berbeda dengan gadis-gadis yang memujanya. Biar pun cewek itu juga turut memujanya, tapi setidaknya Qia memiliki daya tarik tersendiri dimata Raskal.

“Kenapa kamu selucu ini?” seloroh Raskal, garing kayak nasi aking. Qia nyengir. Dibalas cowok itu dengan senyum maut andalannya. “Kamu tipe saya.”

“Eh?”

“Bercanda.”

Qia kontan cemberut.

Raskal terkekeh, lalu diacaknya rambut hitam gadis itu sebelum akhirnya dia berkata, “Coba ajarin saya jatuh cinta lagi, biar saya lupa gimana rasanya patah hati.”

Qia tertegun.

Raskal mengangguk sebagai bentuk penegasan. “Kali ini saya nggak bercanda.”

Tidak ada tanggapan. Qia tercenung dengan perasaan kalang-kabut. Dia tidak mungkin mengindahkan permintaan Raskal tanpa adanya pertimbangan, karena bisa saja yang dikatakan cowok itu hanya permainan. Hanya sebuah pengalihan atau taktik mengikis kesedihan. Sebab, mustahil orang patah hati langsung menata hati.

. . .

Rombakan terakhir sebelum berpisah dari project TMS dan TAS 💗💗

Qiana [Rewrite]Where stories live. Discover now