9 | Keputusan

921 82 25
                                    

Jazzila
Jam 3 reunian

Qia
Mermaid harus kembali ke lautan

Pulang dari kampus, Qia dan teman-teman satu gengnya memilih mall sebagai tujuan utama. Seperti biasa, Pita yang paling ganjen di antara personel The Gibah mulai tebar pesona. Cewek berbodi tipis itu sengaja mengurai rambut hitam sepunggungnya dan menyematkan pita berwarna merah-putih di pinggirnya.

Betti yang gayanya mirip emak-emak pun nyeletuk, “Dah lah, njir. Kaga usah sok cakep. Mo tebar pesona kek gimana pun, Ayang Raskal tetep pilih Neng Kiyah.”

“Eh, tapi ya—” sela Sukma, “sebelum janur kuning melengkung, kita masih bisa nikung. Orang yang udah sah aja sering kena tikung.”

“Bicit kilin!” umpat Qia, berderap menuju salah satu foodcourt, disusul ketiga teman seperumpiannya yang lantas duduk di sekelilingnya, memesan menu favorit masing-masing.

Selagi mereka sibuk membicarakan gosip sekitaran kampus sambil menunggu pesanan, Qia justru larut dengan ponselnya.

Qia
Gaboleh ngumpul2
Ntar di penjara

Rajendra
Beda dunia njir
Pokoknya gue jemput
Gamau tau, maunya kamu ♡

Qia
Gamau kamu, maunya batagor ♡

Rajendra
Fine, gue beliin seabang-abangnya

Qia
Matur tengkiyuuuu

Tidak ada balasan, tapi garis dua pada pesannya telah berubah menjadi warna biru. Qia mencebik, kemudian menyulihkan fokus ke samping—terkejut, kala didapatinya Rajendra duduk di sebelah kanannya.

“Jeje?”

“Kaget, nggak?”

“Setan!”

Rajendra tergelak, didukung teman-teman Qia. Well, bagi mereka; cogan macam Rajendra emang harus didukung—apalagi planing yang lantas diutarakan oleh cowok itu. “Gue mau ngawasin lo sampe jam tiga sore nanti.”

“Ciyeeee ...,” seru Pita, Sukma, dan Betti—kompak kayak suporter bola, direspons Rajendra melalui kedipan genit. Praktis, tiga spesies jomblo yang masih belum jelas kisah cintanya itu langsung salah tingkah.

Betewe, lo siapa-nya Qia?” tanya Sukma, malu-malu.

Rajendra mengulurkan tangan, merangkul pundak Qia dengan mesra. “Cogan yang pernah ditaksir Qia. Cuma dulu nggak begitu peka,” paparnya, terang-terangan.
Segera pelototan Qia memperingati, diabaikan Rajendra.

Sedang Pita yang duduk di hadapannya nimbrung. “Jadi, sekarang udah peka nih?” godanya, dijawab Rajendra lewat anggukan santai. “Ck, semoga lekas jadian, ya!”

“Aamin!” timpal Sukma dan Betti, khusyuk.

Qia tambah melotot. Akhir-akhir ini Rajendra mulai menguasai hidupnya; mengubah karakternya menjadi sangat sensitif, pasalnya Qia yang cerewet, jahil, pecicilan, ceplas-ceplos, tidak jarang barbar tengah berusaha mengendalikan hatinya. Dia tidak ingin jatuh untuk yang kedua kalinya. Biarlah pengabaian di buku pertama tersimpan sebagai pelajaran, dan kini dia sedang belajar memorsikan segalanya.

“Eh, tahu, nggak?” Rajendra mengubah posisi duduknya, menyamping agar bisa leluasa menatap Qia. “Tadi Nancy nge-chat gue gini ...” Jeda sebentar lalu dia tirukan gaya bicara Nancy, “Om, nanti jemput Nancy, ya? Nancy mau kenalin Om ke guru-guru Nancy.”

“Hah?”

“Dia care sama gue. Katanya; timbang Om Jeje ngarepin Tante Kiyah yang kayaknya naksir Om Raskal, mending Om Jeje cari gebetan lagi.”

Qiana [Rewrite]Where stories live. Discover now