09. Saingan, eh?

307 56 102
                                    

Farest dan Khafa... 'Ngapain dua manusia ini ada disini?' Elang membatin, menyeruput tehnya pelan dengan mata menyipit tajam; menatap satu sosok pirang dan satu lagi berambut ungu. Dimana masing-masing duduk disampingnya, memasang muka malas namun tetap, saat Genna mengajaknya bicara, Elang bisa lihat bagaimana mereka tersenyum begitu cerah dengan binar matanya yang berpendar-pendar.

Persis seperti orang jatuh cinta.

Dan Elang muak, muak sekali karena pada nyatanya, bukan hanya dia yang merasa tertarik kepada Genna Bianca.

'Sial' ditinggal sehari udah ada dua yang ngapel. 'Ini mah gue harus lebih waspada ketinggalan start nih.' tapi.... aduh... 'Kenapa harus si cecunguk Farest juga, sih?!' katanya temen, cuma kok... 'Ah! Kampret juga, dia!'

"Lo ngapain sih kesini?! Cari kesempatan yah?! Mau nikung?!" Sergap Elang setelah Genna memasuki rumah.

Farest yang hendak memakan nastar nanasnya, terhenti mendadak. Maka mendongak menatap Elang yang sedikit lebih tinggi, dia menelan ludah kelewat serat terus tersenyum dengan wajah yang amat sangat gugup.

"Emm—yah... Sebenernya ada sedikit keperluan yang mengharuskan gue untuk datang kesini, dan bertanya langsung kepada Genna tentang apa masalahnya."

"Lo nembak dia?" Tukas Elang dengan tidak sabaran.

Sejenak, mereka mampu melihat Khafa menguap kebosanan. Dan menyeruput cangkir kopinya seakan ini adalah malam yang indah.

Elang mendecih, berusaha duduk kembali diatas kursi kayunya dengan agak sedikit santai. Sementara dalam diamnya, dia sedikit mencibir tentang perilaku Khafa yang dianggap sok santai. Sementara dari suara ketukan jarinya diatas kursi kayunya, Elang justru merasa kalau dia sama keponya.

'Aih... Bajingan tengik.'

"Apa yang dia lakukan disini?" Bisik Elang terhadap Farest, dengan mata yang tertuju kepada Khafa.

"Nggak tau?" Farest mengedik. "Gue dateng udah ada disini. Kayaknya... habis nganterin Genna pulang dari mana, gitu. Eh—Genna udah berhenti kerja kan, dari rumah makan itu?"

Pertanyaan Farest diabaikan, Elang mengusap dagu selagi dia berpandangan sengit dengan Khafa di samping kiri. 

'Apaan sih si goblok ini?!' Gumam Khafa didalam hati. Sementara orang yang dia maksud, sama sekali nggak bergeming walau hanya mengalihkan tatapan matanya, agar Khafa merasa nyaman. Dan seolah-olah dia nggak sedang diawasi oleh sesosok malaikat maut.

'Idih.' Diam-diam, Khafa bergidik. 'Serem juga nih lama-lama.' Katanya ciut sambil lirik Elang kilas.

Mata tajam, muka sangar, dagu runcing dengan rahang menonjol. Belum lagi rambut keriting agak gondrong yang hampir tutupi netra, terus memar dimana-mana seakan dia adalah sosok jagoan dengan kegiatan berantem sehari-hari sama preman di pasar kumuh.

'Wah...' Khafa menggeser tempat duduknya untuk lebih memepet dinding.  'Berabe juga nih kalau urusan sama dia.' Katanya takut sambil diam dan berdoa, memohon agar Genna segera keluar, lalu memecah keheningan yang mencekam ini.

"Elang, nanti uangnya aku ganti, yah?" Dan betapa Khafa bersyukurnya, saat Genna keluar dari rumah terus duduk didepan dia, sambil taruh satu gelas es kelapa muda diatas meja—yang umumnya adalah pemberian Elang, saat tadi dirinya tiba.

"Yaelah, nggak usah kali Ge. Kayak sama siapa aja." Elang tersenyum, terus memangku tangan sambil tatap lurus Genna, mengalihkan perhatian dari Khafa di sebelah.

"U-udah jadi calon suami, kan? Ng-ngapain harus... repot ganti? A-aneh." Dan disini, mendadak gagap untuk jadi penjilat dan selamatkan diri dari bahaya seorang Elang, Farest berujar, dan membuat Elang cukup bangga untuk lirik seorang Khafa yang cukup terkejut dengan senyum setannya. 

"C-calon suami?!" Khafa nyaris berdiri saat dia menanyakan hal itu.

Genna beralih pandang untuk tatap dia lurus, kemudian hilang kata-kata; antara bingung harus jawab gimana karena nggak enak hati sama Elang, dan cukup merasa kesal sama mulut lemes Farest yang tanpa dia duga bakal meledak di waktu yang kayak gini.

'Aduh... Gimana nih?'

Kan masalahnya Genna juga belum kasih kepastian apapun ke Elang.

Kalau didiemin, nanti Elang geer. Kalau Genna jawab atau hanya membeberkan kalau apa yang Farest bilang belum tentu kepastiannya... Yah... Elang juga pasti bakal kecewa sama dia.

Cuma... Berhubung karena Genna memang lebih berat ke Elang, jadi tanpa kasih penjelasan apapun ke Khafa yang bertanya, Genna cuma bisa tersenyum. Terus tendang kaki Farest disebrang meja dengan Elang yang melongo terpesona, bahwa sahnya Genna nggak menampik sama sekali saat Farest bilang bahwa Elang adalah calon suaminya.

'Whoohoo~! Green light inimah, green light!!'

'Whoohoo~! Green light inimah, green light!!'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued...

Hello, akhirnya bisa update too good juga akuuuu 😆 maaf pendek yah ^^ emang ff too good rata2 aku ngetik pendek. hehe. See u ❤

 See u ❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TOO GOOD -ChaeKyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang