● Louder Than Bombs ●

2.3K 273 40
                                    

Setibanya Jimin di halte, sebuah bus berwarna biru dengan nomor 271 telah menantinya disana. Jimin bernafas lega, agaknya merasa jika dia sudah cukup aman dari jangkauan Taehyung.

Well, saat ini ia memilih untuk sedikit waspada pada sosok itu. Yeah, mau bagaimana pun suara tersebut belum bisa menjadi bukti konkret jika Taehyung adalah pelakunya.

Tak banyak orang yang Jimin temui kala dia duduk sendirian di dalam bus. Mungkin berkisar lima atau enam orang.

Hujan diluar sana kian deras, seolah-olah mengutuk para manusia yang kerap kali membuat ulah. Namun, saat seperti inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku pembunuh berantai itu untuk beraksi.

Alunan musik mulai diperdengarkan melalui speaker yang terletak pada langit-langit bus. Kelewat sedih, hingga Jimin masih dihantui oleh rasa cemas yang bergejolak.

Bus terus melaju, membelah hujan malam itu. Jimin mendadak dibuat gelisah, kala kawasan apartemen miliknya adalah pemberhentian terakhir dari bus ini.

Perlahan, semua penumpang telah turun, hingga menyisakan Jimin bersama sosok pria bercoat hitam yang duduk disudut bus. Kepalanya tertunduk, tak bergerak sama sekali, hingga Jimin dibuat ketakutan olehnya.

Dan, untuk alasan apapun, Jimin merasa jika jarak apartemennya begitu jauh, sebab ia tak kunjung tiba dipemberhentian terakhir sedari tadi.
Oh, sial. Jimin mendadak jadi paranoid begini.

Well, akhirnya bus berhenti di persimpangan jalan. Agaknya Jimin dapat bernafas lega, dan buru-buru meninggalkan bus.

Namun, sosok pria itu juga turun ditempat yang sama. Jimin mendadak dibuat merinding, kala pemuda itu berjalan kisaran satu meter dibelakangnya.

Tubuhnya yang berbalut hoodie berwarna peach itu telah basah seutuhnya berkat air hujan. Namun, Jimin enggan untuk peduli, sebab dia teramat ingin sampai di apartemen miliknya sekarang juga.

Hujan.

Syal berwarna merah.

Dan, pria berpakaian hitam.

Situasinya saat ini, persis sama dengan berita yang sering Jimin lihat pada acara breaking news Korea. Oh, terlebih kondisi lampu penerang jalan yang tak menyala seutuhnya, membuat Jimin serasa dicekik lehernya dengan amat kuat.

Dia mempercepat langkahnya pada jalan yang sedikit mendaki, kepalanya enggan untuk menoleh kala suara Polly terdengar mengaung begitu hebatnya.

Oh, dia begitu mengutuk anjing manis itu untuk saat ini.

"Jimin?"

Laju sendinya mulai terhenti. Nafasnya tercekat, seiring dengan Jimin yang menggigit bibirnya teramat kuat. Dia berniat kembali melangkah, dan bersikap acuh. Namun, suara itu kembali memanggil namanya.

"Jiminie," suara langkah kakinya kian mendekat, dan Jimin masih tak bergeming ditempatnya.

Inginnya dia lari, namun hati terus berontak dengan pemikiran yang tak karuan. Bagaimana, jika pria itu ternyata membawa senapan di dibalik coat hitamnya? Dan memburu Jimin layaknya babi hutan yang bisa dijual di pasar.

Atau, rekannya telah menunggu Jimin dipersimpangan jalan menuju gedung apartemennya. Membawa kantong plastik berwarna hitam, dan memakaikan benda itu pada kepala Jimin, hingga ia tak lagi bisa melihat.

Pundaknya dipukul dengan pelan, kemudian tangan itu mengelus surainya dengan hangat. Pun, coat hitam itu telah membalut tubuh mungil Jimin seutuhnya.

Jimin tak bergeming kala pemuda itu mendekap tubuhnya dengan hangat seraya terkekeh gemas.

"Kumohon, jangan bunuh aku!" Lirihnya, begitu ketakutan.

Something Happen To My Heart [KM]Where stories live. Discover now