"Berapa tantangan yang kalian dapat?" tanya Andrion.

Hasegawa menunjukkan layar jam tangannya. "Nol."

Orang-orang berdecak kagum sementara aku tersenyum miring. Tentu saja nol. Di mana-mana, ternak akan menjauhi predatornya, kecuali ia berniat bunuh diri.

"Luar biasa! Apakah kelompok ini dibentuk atas kemauan kalian?"

Oke, aku merasa terabaikan di sini. Cuma mereka yang diajak bicara.

"Tidak." Lagi-lagi Hasegawa. "Sebetulnya kami, bahkan semua anggota Royal Class, ingin sendiri-sendiri. Namun, pembimbing kami, Profesor Bernard, menggabungkan kami sesuai peringkat."

"Ya, dan serius, di sini saya juga merasa tidak enak karena harus bergabung begini," timpal Cazqi. "Namun, sekali lagi ini adalah keputusan pembimbing kami."

"Menurutmu bagaimana, Giona?"

Aku melirik orang di sampingku, sementara ia melirik Andrion. "Kami hanya mengikuti instruksi," katanya.

Giona memang paling sedikit bicara, tapi ia selalu kelihatan paling meyakinkan di antara Royal Class lainnya.

"Baiklah, kau Jane, berapa tantangan yang kau dapat?"

Aku mengangkat lenganku. Salah satu sudut bibirku terangkat. Tanganku kembali turun.

"Berapa, Jane?"

Kepalaku menoleh pada Andrion. "Bukankah kau sudah mendapat datanya? Kenapa masih bertanya?"

Andrion terkekeh-kekeh. "Luar biasa! Menarik!"

Aku cuma mendesis, tak habis pikir dengan sikapnya yang tiba-tiba bersemangat. Luar biasa apanya? Menarik apanya? Aneh.

"Alexandra Jane, dengan jumlah tantangan 798, beri dia semangat!"

"Tak perlu!" sergahku. Orang-orang yang sudah menganga ingin berteriak dan bertepuk tangan, kembali merapatkan mulut dan menurunkan tangannya. "Aku tak butuh disemangati siapa pun. Itu tak akan berpengaruh. Dan sebaiknya tidak usah bertele-tele begini. Aku tak sabar ingin menyelesaikan examen."

Orang-orang tercengang, memandangku aneh, ada juga yang menahan-nahan tawa. Megan, dia sepertinya ingin mencaciku. Aku tak sengaja menangkapnya dengan sudut mataku. Dia ada di barisan kanan depan, bersama Gabriel dan Guven. Hanya saja, Gabriel tampak sangat kosong dan dia sama sekali tak memperhatikan apa yang terjadi di podium—atau sebenarnya ia memperhatikan? Aku tak tahu.

"Kenapa? Kenapa kau tak sabar? Ada sesuatu kah yang membuatmu berambisi luar biasa seperti itu?"

"Pertama, aku ingin segera istirahat, oke? Kedua, aku ingin segera bertanding dengan orang yang kutantang."

Orang-orang saling bertukar pandang.

"Siapa?"

Sudut mataku melirik Gabriel sekilas, lalu kembali lurus ke depan. "Gabriella Jovanka Heesters, X E-Class."

Gabriel langsung menatapku. Begitu pula dengan orang-orang. Ribuan pasang mata menuduhku kurang ajar. Siapa yang tak tahu Gabriella, orang nomor 2 di angkatan kelas X yang bersahabat dengan Alexandra Jane? Mereka pasti menganggapku sinting.

Andrion Akello berteriak heboh. Dibarengi dengan kegaduhan para peserta, teriakannya hampir tak terdengar. Lelaki itu tak henti-hentinya mengatakan 'wow', 'luar biasa', 'menarik!', dan apalah semacamnya yang tidak jelas seperti itu.

"Jangan, Jane!" suara Cazqi membuat audiotorium hening. Padahal ia tak berteriak sama sekali.

Aku menatapnya sangsi. Apa yang dia pikirkan? Apa dia meragukanku? Apa dia mencemaskanku? Apa dia takut aku keluar dari sini? Jika ya, berarti ia sama saja dengan Gabriel. Menganggapku bodoh. Tak becus.

Cazqi berjalan menghampiriku. "Sebelum tantanganmu diterima, aku ingin kau mempertimbangkan sesuatu terlebih dahulu, Jane."

"Tidak perlu! Semua sudah kupertimbangkan dengan matang dan tak ada risiko yang berarti buatku. Aku pasti menang."

"Bukan itu." Kali ini Hasegawa yang bicara. Dia melirik Cazqi dan Giona sebentar lalu menatapku lurus-lurus. Kami seperti aktor yang sedang tampil di depan banyak orang. Ini membuatku teringat kelas teater yang dipilihkan Josev. "Aku tahu kau tidak sempat membuka notifikasi tantangan itu," kata Hasegawa. Ia melirik Giona sekali lagi, tetapi gadis itu memalingkan muka. Hasegawa melanjutkan, "Kami menantangmu, Jane. Jadi bagaimana?"[]

High School Examen [Completed]Where stories live. Discover now