BAB I - 13

23K 3.4K 108
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

AKU TIDAK BOLEH terlalu lama melewatkan kelas. Begitu kata Miss Rafel. Setelah kondisiku membaik—secara fisik, tidak peduli dengan mental yang masih berantakan—aku diperintahkan untuk kembali mengikuti kelas.

Tak berlebihan kalau kusebut diriku seperti mayat hidup sekarang. Ketika sarapan di ruang makan hostel, aku cuma diam dengan tatapan kosong. Gabriel menyuruhku berkali-kali untuk makan, tapi buatku, omongannya tak masuk ke telinga sama sekali.

Sudah berhari-hari belum ada kabar tentang Papa. Aku tak berharap para pemeran penting di Gateral akan memberitahukannya. Satu-satunya harapan adalah berita. Namun, Papa tidak seterkenal Josev. Laptop dan koneksi internet tak begitu berguna. Sebab, segala aktivitas dan akses kita terhadap dunia luar dibatasi dengan ketat. Kami hanya diberi akses menuju situs-situs edukatif saja.

Selama di kelas, tak ada yang mengomentari sikapku, bahkan Megan sekalipun. Kurasa mereka kasihan melihatku. Aku tak peduli lagi jika harus dikasihani. Faktanya memang begitu. Aku sangat menyedihkan. Dipisahkan dari keluargaku sendiri oleh orang-orang asing yang seharusnya diam saja sebagai figuran tak berguna. Namun, seharusnya hanyalah seharusnya. Tak semua hal berjalan seperti seharusnya.

"Selamat pagi!" Bastian masuk dan aku menjadi objek pertama yang dilihatnya.

Bocah itu mengajar seperti biasa. Aku tak tahu betul apa yang sedang dia ajarkan. Telingaku berada di sini. Namun, pendengaranku tidak. Otakku berada di sini, tapi pikiranku tidak. Tubuhku ada di sini. Namun, jiwaku tidak. Esensi dari diriku sedang menelusuri Amerika di bagian California. Bayangan tentang Papa, terbaring di sebuah ruangan, dengan baju rumah sakit dan berbagai selang dan kabel yang menghubungkan tubuhnya dengan alat-alat medis, terus tercetak di otakku. Aku tak bisa merobek cetakan itu, atau meremasnya, atau membuangnya. Justru, bayangan itu terus dicetak ulang tanpa henti, membuatku muak setengah mati.

"Alexandra Jane." Bastian menarik pikiranku ke tempat ini, membuatku sadar bahwa kelas telah berakhir. Anak bertubuh setinggi bahuku itu mendekat dan memberikan selembar kertas. "Daftar tugas yang belum kau kerjakan."

Aku menatap deretan tulisan itu tanpa minat.

"Kau punya waktu sampai jam 6 pagi besok. Kumpulkan di aplikasi Gateral!"

Kupasang wajah malas semenyebalkan mungkin dan kurebut kertas itu dengan kasar. Aku mencangklong tas di sebelah bahu dan keluar duluan.

Kelas musik kuabaikan sehingga aku tiba di kamar lebih dulu. Gabriel sedang mengikuti kelas sekunder, tentu saja. Kulepas dasi dan jas lalu kulempar begitu saja ke sofa, tetapi tak sampai dan malah jatuh di lantai. Kubiarkan saja.

High School Examen [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang