BAB I - 11

23.4K 3.6K 227
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

"KAU BERHENTI BELAJAR bersamaku hanya karena jadwal tutormu dengan Giona." Guven melipat tangannya di meja kantin sembari memandangiku yang sedang mengaduk-aduk jus. "Gara-gara itu aku jadi terjebak gosip tak jelas."

Aku terkekeh. Memang benar. Semenjak aku dijadwalkan untuk belajar bersama Giona, waktuku bersama Guven menjadi sedikit. Aku masih sering berinteraksi dengan Gabriel, tentu saja. Jangan lupakan bahwa kami berdua masih sekamar.

"Aku juga sama. Sering dibicarakan."

"Kau dibicarakan karena orang-orang keheranan mengapa seorang Alexandra Jane yang angkuh, buas, pemberontak, bisa seberuntung itu mendapat tutor sesempurna Giona. Orang-orang iri padamu."

"Orang-orang juga iri padamu. Siapa yang tidak mau belajar berdua dengan Gabriella Jovanka Heesters, pesaing Giona?"

"Ya, tapi orang-orang malah berpikiran yang aneh-aneh. Aku dan Gabriel hampir menjadi sasaran bagian konseling."

Aku tertawa. Sepertinya lelucon gosip ini akan menjadi senjata ampuh untuk mengusik Guven.

"Ugh! Ini!" Setumpuk amplop tiba-tiba muncul di hadapanku. Gabriel yang baru datang itu segera duduk di samping Guven. Dia memungut salah satu amplop berwarna biru dan memasukannya ke tas. Aku heran kenapa amplop-amplop lainnya bertuliskan namaku.

"Kau menelantarkan kotak suratmu sejak pertama kali masuk. Lihat, surat untukmu menumpuk!"

"Kukira aku tak akan mendapatkannya." Murid di Gateral memang sering berkomunikasi lewat surat karena kebanyakan dari kami tidak memiliki ponsel. Fasilitas pesan lewat aplikasi Gateral kurang menghormati hak asasi, guru-guru bisa membacanya, jadi orang-orang cenderung tak memakainya. Kotak surat ditempatkan di setiap koridor layaknya loker, dan memang bentuknya pun sangat mirip dengan loker. Gateral memiliki staf khusus untuk pengiriman surat.

Karena penasaran, aku membaca beberapa surat yang bertumpuk di depanku. Ada yang mengungkapkan kebencian— kebanyakan suratnya surat kaleng. Ada juga yang mendukungku mengasari Giona, ternyata. Dan beberapa yang lain isinya tak jelas, semacam pengakuan kagum yang rahasia begitu. Menggelikan. Aku sampai tak tahan membacanya, jadi kusimpan begitu saja dan beralih ke surat yang lainnya. Guven dan Gabriel membaca surat-surat yang telah kubuka. Mereka malah sengaja membacanya keras-keras sambil tak henti tertawa. Nada mereka mendramatisir setiap kata yang pada asalnya sudah amat dramatis. Beberapa kali kami tergelak sampai memancing perhatian orang di meja lain.

"Malam ini giliranku membahas termodinamika. Kau ikut, Jane?" Gabriel membereskan surat-surat yang berantakan di meja. Itu suratku, padahal.

High School Examen [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang