BAB I - 05

30.4K 4.2K 141
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

SUARA BEL ELEKTRIK yang merdu terdengar setiap kali pintu kantin terbuka otomatis. Aku masih mengantre di belakang Gabriel untuk melakukan pembayaran. Selagi berjalan menuju meja, kami memperhatikan para senior di eskalator. Kantin mereka memang berada di lantai dua dan tiga. Aku bisa melihat mereka dari bawah. Rata-rata mereka makan sambil memainkan ponsel. Aku juga akan mengumpulkan prestise untuk membeli ponsel, meskipun kata Gabriel, semua ponsel yang dibeli di Gateral tidak bisa digunakan untuk berhubungan dengan orang-orang dunia luar. Aksesnya dibatasi secara ketat. Ada juga yang makan sambil mengerjakan tugas. Golongan manusia seperti itu perlu dipertanyakan kenormalanannya.

Aku dan Gabriel duduk di bangku khusus. Kursinya memiliki sandaran dan mejanya berbentuk bundar. Ada mesin penyaji minuman gratis yang berderet di dekat kami. Ini adalah fasilitas untuk E-Class. Tempat makan dibuat lebih nyaman. Ada pula soda, teh, serta kopi gratis untuk kami. Kami memang mengantre di jalur khusus dan mengenakan pin bronze yang cukup membanggakan dibanding siswa kelas reguler—yang antreannya panjang, tempat makannya digabung seperti akademi militer, dan pin murahan dari plastik dengan warna merah terang yang norak. Namun, mereka mengambil menu makanan yang lebih baik dibanding anak-anak X E-Class yang hanya mampu membayar sepiring mi goreng dan segelas air putih. Aku mengunyahnya dengan malas.

"Jangan merengut. Masih ada minuman gratis untuk kita." Gabriel kelihatan baik-baik saja dengan menu ini.

Aku melihat Megan mengambil soda gratis dengan wajah kusut. Rautnya tak kelihatan beda dariku. Sepertinya dia juga mengharapkan menu makan siang yang lebih baik.

"Semua ini gara-gara si bocah itu! Kenapa pula dia harus memberikan nilai di bawah 1 untuk examen pertama? Kenapa harus nol koma sekian?" Aku menepis piring di depanku.

Asisten Profesor Briana bukanlah lelaki dewasa yang kubayangkan, melainkan sosok bocah mungil berumur 9 tahun. Bocah yang selama kelas tidak pernah tersenyum. Dan ketika kupanggil dia 'Bapak', tanduk merahnya langsung keluar.

Harus kuakui dia cerdas, mampu mengajar dengan cara yang mudah dipahami. Level soal examen yang diberikan juga tak begitu sulit, tetapi orang itu abnormal. Dia hanya memberi kami waktu 5 menit untuk mengisi 100 soal biologi. Tak heran satu kelas mendapat nilai yang mengenaskan. Berdasarkan aturan prestise harian, yaitu nilai dibagi 30 terlebih dahulu sebelum dikonversi, kami hanya mendapat prestise di bawah 30 untuk bertahan hidup sampai esok pagi, sementara mie dan air putih bodoh ini saja sudah menghabiskan 15 prestise.

"Jane!"

Aku mengangkat kedua alisku dengan malas.

Gabriel menunjuk ke belakangku dengan gerakan dagunya. Aku langsung menoleh ke balik bahu dan kulihat si Bastian sialan sedang membawa makan siangnya ke sebuah meja. Dia duduk dengan santai sambil menyedot susu stroberi. Aku berdesis sinis dan kembali memutar kepalaku. "Pak Bas sialan itu, ya? Piringnya penuh dengan makanan-makanan bagus, tuh."

High School Examen [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang