BAB I - 10

24.4K 3.6K 245
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

GIONA MENGIRIM SOPIRNYA untuk menjemputku ke Royal Hostel. Tentu saja dia tidak ikut. Alhasil, aku sendirian di kursi belakang sepanjang perjalanan ke hostel termegah itu. Dari kejauhan, bangunan itu tampak tak ada bedanya dengan kastil modern—berdiri kokoh di puncak bukit, menjulang hampir 100 meter ke angkasa. Ada menara silinder dengan puncak berbentuk kerucut di sana. Sayap kiri dan kanannya masing-masing memiliki tembok panjang menyerupai tembok raksasa Cina di mana permukaan atasnya digunakan sebagai jalur untuk menuju ke pelataran. Sementara itu, di bawahnya terdapat deretan pohon palem dan kolam raksasa buatan dengan semburan air mancur yang ditingkahi permainan cahaya berwarna-warni. Jelas sekali, E-Hostel kalah telak.

Kendaraan ini mengantarku sampai ke pelataran. Aku terdiam di hadapan gerbang belakang yang terbuat dari logam. Memang kurang ajar. Aku dibawa ke pelataran belakang hostel. Pelataran luar, pula, yang sesungguhnya tidak termasuk ke dalam area hostel. Agak kesusahan, aku mendorong pintu baja besar di hadapanku. Pintu terbuka sedikit, menciptakan celah kecil yang kugunakan untuk mengintip ke dalam.

Aku kehabisan kata-kata ketika melihat apa yang terjadi di hamparan rumput hijau yang luas itu. Dua orang perempuan dengan kaos masing-masing bertuliskan 'Yuri' dan 'Natasya' sedang memegang stik golf. Karena mereka tampak santai, jadi aku berasumsi mereka baru saja pulang dari lapangan golf atau sebaliknya meskipun yang terakhir ini agak meragukan. Terpaut beberapa meter dari mereka, ada dua orang laki-laki sedang bermain anggar. Desing pedangnya yang beradu mengisi kesunyian malam.

"Gauvan maju jangan mundur terus!"

"Cazqi! Kau terlalu agresif!"

Dari suara si pelatih itu akhirnya aku mengenal nama kedua lelaki tersebut—salah satunya sudah tak asing.

Sepertinya hostel ini seru. Walaupun sudah malam, tapi masih ramai dengan aktivitas latihan seperti ini. Sempat berpikir apakah latihan itu wajib atau tidak, tetapi setelah melihat sekumpulan orang di atas karpet piknik, kurasa jawabannya tidak. Kedelapan atau mungkin sembilan orang di sana—sangat jauh sampai wajah-wajahnya tak kelihatan—sedang menikmati makanan entah apa yang dibawakan oleh para pelayan. Enak sekali hidup mereka.

Sejauh ini aku baik-baik saja mengintip mereka dari kejauhan. Sampai pada akhirnya aku melihat seseorang berjalan dengan singa putih mendekati kumpulan orang yang sedang makan-makan. Singa jantan bersurai lebat. Aku yakin itu. Lelaki yang membawanya menjatuhkan gumpalan daging segar ke mulut singa yang menganga. Aku menggosok mataku, takut itu hanyalah ilusi. Namun, nyatanya benar. Hanya luar biasanya, orang-orang di sana kelihatan biasa-biasa saja meskipun singa itu berjalan-jalan di sekitar mereka. Royal Class memang betulan gila.

"Hei! Ada yang mengintip, ya?"

Gawat. Yuri menangkap basah kelakuanku. Padahal celah ini amat kecil. Aku berdeham dan berusaha bersikap setenang mungkin. Kudorong pintu hingga terbuka lebar. Hanya Yuri dan Natasya yang menyadari kehadiranku. Yang lain terlalu jauh—termasuk gerombolan orang dengan singa putih itu. Aku tak berhenti merapalkan doa agar singa itu tidak berani mendekat padaku barang satu langkah kecil saja.

High School Examen [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang