Aku menggigit bibir bawahku dan tersenyum canggung. "Sepertinya tidak. Aku harus tutor—"

"Dengan Giona," potong Guven cepat.

Aku mendesis sebal. Aneh sekali orang itu. Mungkinkah dia menganggapku tak tahu diri? Atau beranggapan aku membuang mereka berdua dari lingkaran pertemananku? Sesungguhnya sama sekali tidak begitu. Dan sudah sangat jelas bahwa mereka berdua sangat berarti untukku.

"Tak apa, Guven. Itu, kan, perintah dari Profesor Briana. Kita bisa berdua dan aku bisa mengajarimu kapan saja, Jane."

Aku tersenyum. Gabriel, dia selalu bisa memahamiku.

***

"Hai! Aku telat lagi, 'kan? Aku senang bisa menjadi orang santai."

Sesuai dugaanku, Giona sudah berada di bangku taman tempat kami belajar. Dia selalu datang paling cepat 15 menit dari jam yang sudah ditentukan. Sementara aku kebalikannya.

"Harusnya kau menyesal, bukan bangga." Dia tampak kesal. "Kau mau pesan apa?"

Aku mengeluarkan buku-buku dari tas. "Apa saja," kataku.

Giona mengeluarkan ponsel dan memesankan kami makanan. Paket makanan itu datang setelah kami saling diam beberapa belas menit. Drone kurir itu selalu bisa diandalkan di saat kami kelaparan. Kami tak mungkin memilih tempat ramai seperti kafe, mall, atau alun-alun untuk belajar. Itu akan merusak konsentrasi.

Malam ini kami mempelajari termodinamika—sehingga aku jadi teringat Guven dan Gabriel. Seperti biasa, mengikuti aturan yang Giona buat, aku tidak boleh membicarakan apa pun di luar topik materi yang sedang kami bahas. Aku juga tidak diperbolehkan makan selama belajar. Ada waktu tertentu untuk beristirahat selama 5 menit setiap 25 menit belajar. Di situlah aku boleh makan. Di akhir, Giona selalu menyuruhku untuk menerangkan kembali apa yang dia ajarkan. Kadang aku membuat kesalahan dan dia membenarkannya. Sering pula ada hal yang kurang dan dia menambahkannya. Awalnya aku memprotes sesi terakhir ini. Namun, Giona menasihatiku. Katanya, dia tak akan menganggapku paham sebelum aku bisa menjelaskannya kembali, dan tak akan menganggapku menguasai materi sebelum aku bisa membuat anak umur 4 tahun mengerti dengan penjelasanku. Jadi, ya, kuakui standarnya memang tinggi.

"Ke observatorium?" tanya Giona sembari membereskan buku ketika jam tutorial kami telah berakhir. Itu ide yang sangat menarik. Namun, entah mengapa aku ingin segera kembali ke hostel. Padahal ini baru jam 9 malam dan biasanya kami tidak langsung pulang. Kadang-kadang kami belanja ke Gateral Mart, berkeliling pulau dengan sepeda—kalau pada awal berangkat tutor kita berencana menyewa sepeda—sampai ke area yang jauh dari kawasan umum, area perkebunan dan peternakan. Gionalah yang pertama kali mengajakku ke area tersebut. Sebagian bahan makanan di kantin dan dapur hostel didapatkan dari sana. Di pinggiran area itu ada beberapa pondok tempat para pengelola kebun dan peternak tinggal. Sebagian dikembangan secara semi-konvensional dan sebagiannya lagi, di area yang berbeda, memanfaatkan teknologi rekayasa genetika. Kalau suasana hati Giona sedang buruk, dia akan memintaku untuk menemaninya membeli buku berisi ratusan soal. Dia pernah bilang kalau mengerjakan soal bisa membuatnya melupakan masalah. Namun, buatku, soal-soal itu hanya akan menambah masalah baru. Bisa-bisa, aku makin depresi dan tereliminasi ke rumah sakit jiwa.

"Bagaimana, Jane? Kenapa diam?"

Aku menggeleng. "Kita pulang saja."

"Baiklah."

Seperti biasa Giona akan mengantarku pulang. Dia memang selalu membawa mobil merahnya. Mobil listrik Tesla itu adalah fasilitas yang diberikan Royal Hostel untuk Brie yang hanya bisa dipakai di pulau ini saja.

High School Examen [Completed]Where stories live. Discover now