Awake

380 59 5
                                    

Sebuah pemberitaan di media cetak maupun televisi menarik perhatian banyak orang khususnya para pengunjung yang sedang berada di suatu Rumah Sakit. Televisi di sana selalu menyala sejak matahari muncul hari ini. Para pekerja juga membiarkan benda itu dilihat oleh orang-orang yang duduk di dekatnya ataupun yang sedang melewatinya. Berita penembakan anggota kepolisian kepada seorang pria tidak bersalah, membuat banyak yang mengutuk perbuatan sang pelaku. 

"Aigoo, dunia semakin kejam akhir-akhir ini" Ucap seorang pria yang selalu memusatkan pandangannya pada televisi di depannya. 

"Benar. Aku khawatir dengan anak kita. Kehidupan seperti apa yang akan dijalaninya nanti. Aku semakin takut membiarkan dia hidup bebas di luar sana dengan orang-orang seperti itu" Seorang wanita di sebelahnya menanggapi. 

"Kenapa kau mengkhawatirkan hal itu sekarang? Dia belum lahir, tapi kau sudah memikirkan hal berat seperti itu"

"Dalam waktu beberapa jam lagi, kita akan bertemu dengannya. Apa kau tidak takut dengan masa depannya nanti?" Wanita itu mengelus perut besarnya. 

"Kita perlu membiarkannya untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kehidupan di luar sana. Dia pasti bisa menjaga dirinya dengan baik. Anak laki-laki harus tumbuh mandiri dan berani untuk menghadapi berbagai macam karakter orang yang akan ditemuinya nanti"

Wanita itu terdiam dan mulai melangkah kembali bersama sang suami menuju ruang rawatnya. 

"Tapi, apa kau sudah menyiapkan nama untuknya? Kau selalu merahasiakannya dan belum memberitahu apapun padaku sampai saat ini"

"Aku sudah menyiapkan beberapa nama. Kita bicarakan di ruang rawat. Kau tidak seharusnya banyak bicara seperti ini. Apa perutmu tidak terasa sakit?" Pria itu mengelus lembut perut istrinya. Mereka terus berjalan pelan sampai hampir tiba di depan lift. 

Terdengar suara langkah kaki terburu-buru dari arah belakang. Kedua pasangan itu melihat dua orang melewati mereka dan sudah masuk terlebih dulu ke dalam lift. Dari ekspresi yang ditunjukkan, keduanya tampak sangat khawatir akan sesuatu. 

Pintu lift terbuka di area lantai 3 gedung Rumah Sakit itu. Kedua orang tadi keluar dari sana dengan langkah cepat kembali. Kedua mata mereka tidak berhenti mengecek setiap nomor pintu yang mereka lewati. Akhirnya mereka sampai di ruangan yang di tuju. Tanpa ragu, salah satunya membukanya dan mereka masuk ke dalam sana. 

"Chanyeol'ah....!" Sang wanita lebih dulu mendekat ke arah tempat tidur yang sudah terbaring seorang pria tinggi di atasnya. 

"Bagaimana kondisi anak kami, dokter?" Seorang pria bertanya lebih dulu pada dokter yang sepertinya baru selesai memeriksakan pasien. 

"Dia dalam keadaan stabil setelah menjalani operasi beberapa jam yang lalu. Kami berhasil mengangkat peluru dari punggungnya. Beruntung, dia langsung dibawa ke sini semalam dan posisi peluru tidak melukai organnya yang lain. Kita hanya perlu menunggu sampai dia sadarkan diri nanti"

"Aigoo, anakku....... Bagaimana bisa kau terluka seperti ini?" Ibu pasien tampak sangat sedih melihat wajah yang dipenuhi luka lebam pada anaknya. Dia tidak berhenti mengelus lembut kepala sang anak. 

"Bagaimana dia dibawa semalam? Apa ada orang yang bisa ku hubungi mengenai kejadian penembakan itu?" Sang suami bertanya kembali kepada dokter. 

"Mungkin kau bisa bertanya kepada seorang wanita yang datang bersamanya"

"Nde? Wanita?"

"Dia baru saja pergi ke kantor polisi beberapa menit yang lalu untuk memberikan kesaksiannya terkait kejadian semalam"

"Apa hanya ada satu saksi utama dari kejadian itu?"

"Sebenarnya tidak. Kalau melihat dari banyaknya berita yang tersebar, mereka memiliki lebih dari satu saksi karena terjadi di sebuah bar. Namun, wanita itu menjadi saksi paling penting karena dia mengenal pelaku dan anakmu mencoba melindunginya dari senjata api milik pelaku"

Who Is He?Where stories live. Discover now