22. Crossroads

736 233 22
                                    

(H-21 terlewatkan, tapi cerita nyambung ya)
📖📖📖📖📖📖

Aku tidak bisa kembali ke bidang astral,
untuk menemui Rudy lagi,
sekalipun dilandasi  janjiku pada Hiresa,
meskipun dibantu Dokter Susi,
meskipun pikiranku tenang karena keadaan Hiresa stabil.
Terbius, tetapi tidak lagi kritis.

Mungkin karena Hiresa tidak ada di sana, simpul Dokter Susi.
"Sukmamu terikat dengannya."

Mencoba sekali lagi malah membuatku tertidur nyenyak.
Lama.
Dunia sudah bergerak jauh saat aku terbangun lewat tengah hari.

Kak Fatah sudah datang lagi,
dengan banyak cerita.
Bersemangat dengan hasil penyelidikannya.

Orangtua Rudy datang untuk mengenali jenazah.
Positif,
tetapi tidak sedramatis yang kami kira.
Ibunya, Astri, bahkan tidak menangis.
Rudy adalah kambing hitam keluarga,
trouble maker sejak dulu.
Beberapa pelanggaran dilakukannya, tercatat di kepolisian.

Sudah setahun Rudy mendekati Darlina,
akrab dengan keluarganya,
dan memberikan kesan baik,
sampai Darlina memutuskan hubungan.
Rudy tidak terima,
dan mulai menggunakan kekerasan.
Hiresa datang menolong Darlina,
dan terjadilah bencana itu.

Pak Mulya dan istrinya masih di kantor polisi.
Darlina dibebaskan.

"Kesempatan buatku untuk mengorek lebih dalam," kata Kak Fatah, bangga.

Aku curiga ia menggunakan pesonanya lagi.
Kak Fatah sepertinya baru sadar dengan daya tariknya sendiri.
Ia tersipu dengan muka bersemu.
Aku tertawa.

"Kamu tahu apa yang menggelitik?
Ibu Darlina pernah bekerja di toko perhiasaan itu.
Dipecat dua bulan lalu.
Kuduga, Rudy mencicil kepadanya,
kalung yang kemudian dibeli Hiresa untukmu.
Bapak bicarakan ini dengan polisi.
Mungkin sulit karena unsur supranaturalnya.
Tidak ada bukti nyata."

"Bagaimana soal ponsel Hiresa?"

"Darlina disuruh ibunya
menjawab sebagai Hiresa,
untuk mengulur waktu.
Mereka kalut, mengira Hiresa terbunuh oleh Rudy,
dan tanpa sengaja membunuh Rudy pula untuk menghentikan kekerasannya.
Darlina berada di persimpangan jalan.
Mengikuti orangtua,
atau nuraninya."

Aku menggeleng-geleng.
Kak Fatah mendesah.

"Andai saat kejadian,
mereka memanggil polisi,
kukira, unsur ketidaksengajaan
bisa dipertimbangkan.
Tapi membuang dua tubuh,
satu masih hidup,
adalah kejahatan terencana.
Apa motif ibu Darlina?
Karena menilap uang Rudy?"

Berjanjilah,
tidak melibatkan keluargaku.

Pesan Darlina masih ada di ponselku.



PudarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang