3. He, Who Set Me Free

1.4K 336 143
                                    

Hiresa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hiresa...

ia mengenalku.

Wajahnya...

samar-samar....

Ah ya, putra terapisku!

Aku 9, dia 15 waktu itu.

Esa, panggilannya.

selalu berbahasa isyarat.

Bisindo, ASL, entah apa lagi.

Ingin mahir banyak bahasa isyarat, katanya.

Aku menolak bahasa isyarat.

Bahkan menolak terapi.

Kak Fatah membujukku.

Ibu menangisiku.

Bapak mengelus rambutku.

Kutepis tangannya.

Tahukah mereka?

Aku seperti terperangkap dalam kubah kaca.

Kedap suara.

Percakapan identik salah paham,
pandangan iba, dan frustrasi.

Terapi tidak menyelesaikan itu.

Bapak ingin aku sekolah lagi.

Karenanya, perlu terapi.

Aku memilih tidur dan bermimpi.

Seolah ini tak pernah terjadi.

Bapak nekat membopongku,

selagi aku terlelap.

Aku terbangun di ruang terapi,

memberontak dan lari.

Bertubrukan dengan Esa.

Bukan karena dia, aku menurut,

hanya tidak tega melihat Bapak berduka.

Aku benci Esa,

senyumnya,

tawanya,

gerakannya,

seolah

tidak mendengar,

tidak berbicara,

tidak apa-apa.

Sungguh apa-apa!

Riang, Esa sering mengetuk kubahku.

"Kamu bisa kalau mau. Keluarlah," tulisnya.

"Asalkan Kak Esa bicara," tantangku.

Ia membaca gerak bibirku dan tertawa.

"Tidak bisa. Sejak lahir aku bisu-tuli."

Aku tercengang.

"Jadi, tidak pernah tahu suara Mama Kak Esa?"

Ia menggeleng, tersenyum.

"Tidak bisa meniru suara kucing lapar?"

"Seperti apakah?"

Aku mengeong-eong.

Esa tergelak. "Mukamu lucu.

Mau tahu ASL untuk kucing?"

Dengan ibu jari dan telunjuk,

ia menarik kumis kucing khayalan di pipinya.

"Mau kuajari?"

"Tidak," tegasku.

Gerakan tangan tidak menggantikan mulut,

tidak menggantikan telinga.

Kebanyakan orang tidak mengerti pula.

"Baiklah, Coconut.

Kamu beruntung, aku jadi temanmu.

Tapi jangan harap aku terus menulis begini."

Aku cemberut.

Suka-suka membalas isyaratnya.

Percakapan tidak nyambung.

Suatu ketika, akhirnya ia menulis.

Yes! Aku menang!

Tetapi....

"Aku mau sekolah reguler.

Tidak homeschooling lagi."

"Masih bisa ke sini, kan?"

Aku mendadak takut.

Ia mendesah. "SMA-ku di New York.

Lanjut kuliah di sana juga."

Aku terdiam.

"Aranza, aku punya dua bulan sebelum pergi,

kamu keluar atau aku masuk ke kubahmu?"

Esa... Hiresa

mendobrak kebebalanku,

mengajariku kebebasan berekspresi.



________
Catatan:

Bisindo = Bahasa Isyarat Indonesia
ASL = American Sign Language

Bahasa Isyarat adalah komunikasi tanpa suara, menggunakan kombinasi bentuk, orientasi, dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah.

Belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan di seluruh dunia. Bahasa isyarat unik di setiap negara.

Bahasa isyarat bisa saja berbeda bahkan di negara-negara yang berbahasa lisan sama. Contohnya, Amerika dan Inggris, meskipun bahasa tertulis sama, bahasa isyaratnya sama sekali berbeda (American Sign Language dan British Sign Language).

Hal sebaliknya juga berlaku. Inggris dengan Spanyol, beda bahasa lisan, tetapi menggunakan bahasa isyarat yang sama.

Indonesia memiliki BISINDO, yang pengembangannya didukung lembaga donatur dari Jepang, melibatkan Chinese University of Hong Kong dan Universitas Indonesia.

SIBI=Sistem Isyarat Bahasa Indonesia, merupakan sistem isyarat (bukan bahasa isyarat) yang dibuat oleh orang-orang dengar tanpa melibatkan orang tuli dalam pendidikan pendidikan luar biasa.

Tentang Tunarungu dan Tunawicara

Bisu belum tentu tuli. Namun tuli, biasanya berdampak pada kesulitan bicara, apalagi jika diderita sejak lahir.

Bisu disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah, dan sebagainya.

PudarWhere stories live. Discover now