2. Muted by the Blast

1.8K 375 104
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku kembali ke belakang bus,

berdiri menghadap ruang kosong,

berharap ia muncul lagi.

Siapa pun, apa pun, lelaki itu,

ia perlu pertolonganku.


Aku tahu rasanya,

ketika dunia seolah tidak peduli

hanya karena kita tidak terdengar

tidak terlihat.


Aku merasakannya lebih dari separuh umur.

Berawal di gang serentangan satu tangan,

yang di bawahnya mengalir limbah kompleks real estate

menuju sungai di ujung kampung.


Limbah yang ditukar

jalan pintas ke kompleks

dan sarana transportasinya ke pusat kota Bandung.

Armada tiga belas bus AC.


Limbah yang ditukar

peluang kerja bagi warga kampung

memenuhi kebutuhan warga kompleks.

Tenaga sekuriti, seperti Bapak.

Juru masak kafetaria, seperti Ibu.

Karyawan mini market, seperti Kak Fatah.

Sopir bus, seperti Pak Mulya, tetanggaku.


Sepuluh tahun lalu,

Saat semua orang bekerja,

atau sekolah,

aku terbaring di rumah di mulut gang,

panas tinggi.


Tidak ada yang tahu,

tetangga baru di depan rumah,

pembuat mercon.

Jelang pergantian tahun,

ia meracik dan meracik.

Bodohnya, sambil merokok.

(begitu kata berita)


Ledakan dahsyat terjadi,

bunyi terakhir yang kudengar,

melempar tubuhku dari ranjang,

lalu hening ....


Jerit tangisku lesap,

segala suara tersedot keluar dari telinga,

masuk ke lubang hampa.


Terbakarlah rumah-rumah di kampung,

rusaklah tembok belakang bangunan mewah pengapit gang.


Jeruji besi dipasang kemudian.

Pemisah perumahan mewah

dengan kebodohan,

dan kekumuhan.

Seolah dengan begitu,

peristiwa itu akan pudar dari ingatan,

dianggap selesai.


Tidak buatku.


Sepuluh tahun berlalu,

jeruji besi sudah berkarat.

Mudah dipatahkan,

diterobos.

Alih-alih memutar jauh,

orang-orang kembali memintas lewat gang.


Setiap kali melaluinya,

kubayangkan,

kembali ke usia 9 tahun,

sebelum segalanya senyap.

Lanjut sekolah kelas 4

tanpa jeda.


Kubayangkan,

gang menjadi lorong waktu,

mengembalikan setahunku yang hilang

dalam pengobatan, operasi, dan terapi,

mengembalikan tabungan Bapak

untuk biaya sekolah kami.


Kubayangkan,

gang menjadi akses

langsung ke akhirat,

untuk menemui si pembuat mercon,

yang tewas dalam ledakan saat itu juga.

Akan kukatakan kepadanya,

go to hell!

PudarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang