B. Akhir Sang Ratu (2)

188 25 0
                                    

Ravenska terjerat rantai besar di atas telaga.  Ia dibawa melayang dalam ikatan, diterbangkan oleh para penyihir Kerajaan Maddhapa yang kejam.  Semakin kuat Ravenska meronta, semakin rapat rantai itu mengikat.  Teriakan dan erang kesakitan tak mengurangi siksaan sadis ketiga penyihir itu pada tawanannya. Beberapa kali ratu gagak meronta dan mencoba terbang,  tapi gagal.  Tubuh Ravenska penuh luka.

Terhias ekspresi puas di wajah  ketiga penyihir Kerajaan Madhappa yang berdiri angkuh di tepi telaga.  Mereka saling pandang dengan senyum menyeringai.  Seorang penyihir pengusap peluh, seorang meludah ke arah Ravenska, yang lainnya tertawa kecil.

Ravenska terkapar mengambang dengan perlindungan bulu-bulu gagaknya dalam lilitan rantai besi penuh sihir.

"Minggir!  Biar Dia urusanku selanjutnya."  Suara wanita terdengar  dari balik hutan di tepian dermaga.  Ketiga penyihir itu mundur.  Wajahnya tertutup topeng, hanya menyisakan rambut kuning kecoklatan tergerai di punggungnya.  Ia muncul dari balik pepohonan. 

Saat tiba di tepi danau, perempuan yang baru tiba itu mulai meninggikan tongkat berwarna perak di genggamannya.  Kepala tongkat dengan permata biru mulai berpendar cahaya berkilau.  Permata yang diikat ukiran logam berwarna perak disekelilingnya, yang menyatu dengan tongkat, perlahan membentuk gumpalan cahaya putih kebiruan. Perempuan itu berkomat-kamit dengan mantra. 

Ravenska menyadari akan ada serangan dahsyat untuk dirinya.  Tak ingin mati konyol, ia pun bangkit sekuat tenaga yang ia bisa, tapi rantai-rantai itu begitu membuatnya lemah dan sulit bergerak.

Angin berputar-putar di sekeliling wanita yang memegang tongkat itu.  Ia mrmgenakan pakaian tempur, khusus yang melindungi sekujur tubuhnya.   Pelindung bahu dengan ornamen berbentuk segitiga, pelindung kaki, dengan model senada dengan pelindung bahu, perpaduan antara bahan kulit binatang, kain dan besi.  Namun, pakaian yang penuh ornamen dan pelindung yang membalut tubuh wanita itu, justru memancarkan kecantikkan bentuk tubuh pemakainya.  Pakaian ini adalah seragam khusus untuk pimpinan pasukan tempur Kerajaan Madhappa.

"Kau membunuh ayahku, Kau menculik anakku, dan Kau mengambil suamiku.  Apa maumu, Jalang.  Aku tahu, di balik tubuh gagakmu, Kau adalah Ravenska putri Raja Muayz yang bodoh itu, bukan?" ucap wanita itu tegas.

"N-nixria, ... Kau Nixria? Kita belajar bersama di Kwahdi, Sekolah Sihir Pertahanan Father Gimra.  A-apa Kau juga berkhianat pada Kerajaan Adhtera, ... S-seperti ayahmu?". Ravenska terbata.

"Ah, Ravenska, Kau terlalu naif.  Apa Aku bisa sesabar itu, ketika semua keistimewaan ada padamu.  Bahkan Flyege yang kusuka, juga malah mencintaimu.  Adakah alasanku untuk tidak membencimu, Ravenska?"

"N-nixria, Kau temanku.  Aku menyayangimu.  A-ayahmu seorang penasihat raja, kita tumbuh besar bersama, tetapi ia penghianat Kerajaan Adthera.  D-dia membunuh ayahku."  Terengah dan lemah, Ravenska mencoba menjelaskan .

"Hahaha.  Muayz yang lemah dan bodoh, ia pantas mati.  Begitu juga denganmu.  Kerajaanmu telah menjadi milik Kami, dan aku tinggal membunuhmu untuk merebut istanamu.  Begitu, bukan?  Bersiaplah, burung hitam yang naif!”

Dengan wajah beringas, Nixria mengirimkan kekuatan sengatan listrik dari tongkatnya langsung membidik tubuh Ravenska.

"Aagghhhhh." Ravenska mengejang kesakitan.  Tubuhnya terangkat, rantai besi itu makin mengikat tubuk gagaknya.  “K-Kami? K-Kau Madhappa sekarang?”

Nixria merespon pertanyaan Ravenska dengan tertawa lepas.

Tiba-tibs,  sebuah tembakan sword fire dengan kekuatan terkendali melesat ke arah tongkat Nixria.  Cepat dan akurat. Dari balik semak di seberang telaga, Flyege muncul siap dengan baju zirah, pedang di genggaman serta busur dan anak panah menempel di punggung.  Namun, tongkat itu tak lepas dari tangan perempuan Madhappa itu hanya kekuatan listriknya terhenti.

Flyege menoleh singkat kearah Ravenska.  Ia melompat cepat mengitari Ravenska yang terikat rantai.  Flyege memutus satu persatu ikatan rantai dengan pedangnya.  Ravenska berhasil menyelamatkan diri.  Namun, sihir yang menguasai rantai itu bekerja dengan gesit, layaknya magnet dan besi, ia terus mengejar Ravenska yang tak sempat melawan.

Tiga penyihir Madhappa tidak tinggal diam.  Mantra-mantra kembali mereka ucapkan agar rantai itu semakin melekat pada tubuh Ravenska. 

Sedangkan Flyege mendapat serangan bertubi dari Nixria.  Flyege menghindar dan membalas.  Ia menunjukkan kekuatannya. Pria itu memburu Nixria yang dengan gesit menghindar dari Sword Fire milik Flyege.  Wanita itu melompat dari dahan satu ke dahan yang lain.  Tembakan demi tembakan api, ia keluarkan dari pedangnya.  Flyege terus memburu wanita gesit itu. Mereka berkejaran dan saling menyerang dengan tembakan.  Beberapa pohon mulai terbakar.  Percikan bara api mulai membakar daun-daun kering.

Kini Nixria dan Flyege sudah berhadapan di sebuah area terbuka di dalam hutan tak jauh dari danau.  Suara Ravenska yang mengerang pun masih terdengar.  Konsentrasi Flyege terganggu dengan suara itu.  Pikirannya gundah.  Ia mengkhawatirkan Ravenska.  Namun, lawan tanding yang berdiri dihadapan tampak siap beradu duel.   Wanita bertubuh indah itu menatap Flyege dengan tajam.  Mereka telah berdiri berhadap-hadapan, sama-sama berbalut pakaian tempur, lengkap dengan pelindung wajah.

"Nixria.  Kau Nixria, bukan?  Kita belajar bersama di Kwahdi.  Kau seharusnya tak berkhianat, Kawan." ucap Flyege tegas.

"Ah, Flyege? Seandainya kau dulu bersamaku, kebencianku pada Ravenska tak sebesar ini."

"Aku tak membencimu, Nixria.  Dan tak ada yang khusus antara aku dan Ravenska."

"Tapi kau menyukainya."

"Harusnya itu bukan alasan untuk kau berkhianat pada Adthera.  Kau teman yang baik, Nixria.  Kau memiliki pribadi yang baik."

"Memang bukan itu alasanku.  Menjadi Kwahdi hanya salah satu strategi kami untuk masuk dalam pertahanan Adthera."

"Kau mata-mata?"

"Mata-mata yang salah jatuh cinta.  Ibuku putri bangsawan Madhappa."

"Nixria... Aku tak percaya."

"Terserah.  Aku tak ingin banyak bicara. Aku akan menghabisimu, lalu menikmati dendamku untuk menyiksa Ravenska.  Bagian dari Muayz dan pencuri cintaku.  Hahaha ...." Tawa Nixria membahana.

"Kau kejam Nixria.  Kau sudah seperti Maddhapa."

"Tentu saja, Flyege.  Adthera bodoh.  Ayahku seorang Kwahdi, itu sebabnya ia dapat menjadi penasihat raja. Namun, kalian tak sadar ia beristrikan seorang Madhappa.  Kalian semua, Adthera yang naif." Senyum sinis melekat pada bibir Nixria.

"Aku tak bisa mempercayai ini," ucap Flyege berang.

"Terserah apa maumu.  Aku tak ingin berlama-lama, sebaiknya Kau segera mati, Flyege!"  Nixria mengeluarkan serangan kilatan petir dari tongkatnya. Kilatan itu menyambar pepohonan di sekitar.  Flyege tak kalah gesitnya menghindar.  Serangan demi serangan, saling mereka kirimkan silih berganti.  Gesitnya mereka menghindar dan melawan satu sama lain membuat pertempuran dua alumni murid sekolah ilmu pertahanan Kwahdi ini tak juga usai.  Hingga satu serangan dahsyat yang mereka lepaskan saling bertemu.  Kilatan listrik dari tongkat Nixria bertemu dengan semburan api dari pedang Flyege.  Kedua kekuatan itu bertemu membentuk sebuah alur listrik dan api dengan simpul di tengahnya.  Hal itu berlangsung beberapa menit. 

Tiba-tiba seorang gadis kecil perlahan menghampiri area duel itu.  Ia keluar dari semak-semak yang masih penuh dengan bara api yang menyala, akibat sisa-sisa tembakan sword fire dari Flyege.  Tubuhnya kotor penuh noda arang.  Ujung gaun putihnya pun terdapat noda hitam bekas terbakar.

Flyege kehilangan konsentrasi melihat gadis kecil yang amat dikenalnya.  Serangan Nixria berhasil membenturkan dirinya dengan keras pada sebuah pohon yang besar di belakang Flyege berdiri.  Tubuhnya ambuk ke tanah. Darah segar keluar dari hidung dan ujung bibirnya.

"A-amarizc." suara lemah Flyege menahan sakit dan kerinduannya.

RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]Where stories live. Discover now