20. RWEDA & GUARYL

181 21 2
                                    

Chapter 20

Larut malam, Rweda baru tiba di rumahnya.  Seperti malam-malam lainnya rumahnya selalu terlihat sepi.  Jarang sekali terdengar suara jangkrik atau pun terlihat kunang-kunang terbang. Seakan semua mahkluk-makhluk menggemaskan itu takut berada di daerah kekuasaan Madhappa yang kejam. 

Sepulang dari benteng istana Madhappa, Rweda menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan Nhaxa.  Ia harus memastikan Nhaxa tidak menyerahkan Amarizc sebagai pancingan untuk Ravenska.  Ia berusaha meyakinkan Nhaxa bahwa Guaryl tak akan setuju jika Amarizc harus berada dalam situasi mengerikan seperti itu.  Nhaxa setuju, ia akan menangguhkan dan akan mencari ide lain untuk memancing ratu gagak itu keluar dari istananya.

Tiba di pelataran rumahnya, Rweda melihat ada yang tak beres.  Pintu pagar masih tertutup, tapi tak serapat ketika ia meninggalkan rumah siang tadi.  Formasi batu kerikil yang sengaja ia buat di depan pintu rumah, telah berubah bentuk.  Dengan sangat hati-hati ia meletakkan alat-alat pertanian yang ia bawa di halaman, agar tidak menimbulkan suara.  Ia membekali diri dengan sebilah kayu.  Lalu, mengendap memutari rumah ke arah pintu belakang gubuk tua yang ia sebut rumah.  Ia mengintip dari jendela dapur.  Tak tampak seorang pun disana. Terlihat seluruh perabotan tak ada yang berpindah tempat, kecuali beberapa sendok garpu yang sudah tertata di meja.  Namun, penataan alat makan itu sama sekali bukan penataan alat makan yang seharusnya, ia lebih mirip sebuah formasi.

Rweda merapatkan telinganya ke pintu.  Ternyata pintu dapur itu tak terkunci. Dengan sangat perlahan, ia membuka pintu agar tak terdengar suara.  Sedikit ia mengintipkan kepala, masih tak terlihat seorang pun di sana.  Ia melangkah pelan melewati pintu yang hanya separuh terbuka. 

Ketika separuh badanya telah melewati pintu, seseorang menarik tangannya dengan cepat dan segera menutup pintu.  Gerakan orang itu sangat terlatih.  Rweda kalah cepat, dan tenaganya tak siap melawan.  Kayu yang sudah dipersiapkan olehnya malah kini sudah membuatnya dalam posisi terkunci.  Kayu tersebut membentang didadanya, diikan oleh sebuah cengkraman kuat oleh seseorang yang menrengkuh punggungnya.  Ia menyergap dan membungkam mulut Rweda.

"Gerakanmu kalah cepat.  Ternyata kau sudah cukup renta, kakek tua!" Pria misterius yang memasuki rumahnya diam-diam itu dengan santai berbisik di telinga.  "Bisa kau buatkan kopi untukku?"

"Fffly ... Ggu ... Akh... dengan nama apa aku harus menanggilmu? Lepaskan aku atau kau tak akan dapat setetes kopi pun dari ku." geram Rweda pada orang yang menyergapnya.

Pria itu melepaskan kunciannya dari Rweda.  Pria setengah tua itu segera menghindar, lalu, mereka terkekeh pelan sambil membersihkan serpihan kayu dan pasir yang menemper di pakaiannya.
"Putra Gimra yang nakal, sudah kuduga."

"Aku pun bersedia jika kau menyuguhiku roti dan daging panggang." Guaryl tersenyum menikmati kemenangannya.

"Kau terlihat makin tampan setelah kembali dari ...?"  Rweda menghentikan kalimatnya, matanya bulat membesar.  Ia dan Guaryl saling pandang.  "Ceritakan padaku, apa yang kau temukan di balik hutan itu?" Pria tegap itu bertanya antusias..

"Kopi dan makananku dulu, baru aku akan menceritakan segalanya." Guayl meanggapi dengan malas.  "Bagaimana Nhaxa dan Amarizc?"

"Mereka baik-baik saja.  Amarizc sangat merindukanmu.  Setiap sore ia menunggu di depan pintu.  Aku cukup sedih dengan itu.  Dia lugu, pandangannya pada apa yang dilihatnya sangat bersih.  Sepertinya darah elf yang mengalir dalam dirinya begitu kuat.  Mungkin lebih kuat darimu."

"Entahlah.  Kadang akupun berfikir begitu." Flyege menghela napas.  Ia teringat putri kecilnya.  Ia pun sangat merindukannya.

"Nhaxa?"

RAVENSKA, The Epic of Fairy Tale [TAMAT]Where stories live. Discover now