"Yak!" Pria Han itu tersengal-sengal. Mencoba mengatur deru napas akibat berlari dengan cemas. "Kenapa tidak mengangkat panggilan dariku?" lanjut pria yang sama yang menyempatkan diri duduk di sebelah Song Kang.
"Aku sedang menunggu seseorang, Hyung," sahut Song Kang tidak begitu peduli.
"Kita harus pergi sekarang. Ayo!"
Song Kang mendelik sesaat tangannya dipegang Manager Han. Ada rasa terkejut yang membuatnya bertanya, "Ta-ta-tapi kenapa, Hyung? Bukankah sudah kubilang aku sedang—"
"Kita harus ke Milan saat ini. Ini permintaan dari pimpinan yang memintamu menggantikan Model Lee. Ia terluka saat melakukan rehearsal pagi. Jadi, kau diminta tolong untuk menggantikannya. Terlebih lagi dia seharusnya membawakan peragaan baju buatan Designer Han."
Apa-apaan ini! Bahkan pada saat Song Kang berpikir memiliki peluang untuk memulai semuanya, kenapa selalu ada penghalang untuk mereka?
Bagaimana kalau So Hyun datang dan dia tidak ada? Apa semuanya akan benar-benar berakhir?
"Tidak bisa, Hyung. Aku sudah bilang akan menunggunya!"
Manager Han biram. Ia berdiri dengan tangan yang berkacak pinggang.
"Apa kau bersikap begini karena si Wanita Kesepuluh?"
Song Kang mendongak. Dari ekspresinya bisa ditebak kalau ia kaget. Bagaimana bisa managernya tahu tentang So Hyun? Padahal ia sendiri merahasiakan pertemuan mereka.
"Kau kira bisa membohongiku? Berhentilah mengharapkan dia! Karena tadi aku bertemu dengannya bersama pria Cho yang pernah menjadi rekan kerjanya itu. Mereka tampak bercanda bersama. Jadi, apa kau akan terus begini? Masih menunggunya? Yang benar saja!"
Rungu Song Kang menuli. Seolah dengan sengaja enggan menerima ucapan pria Han. Sangat berharap semua itu adalah sebuah kebohongan.
Kendati begitu, entah kenapa tenaga di sekujur tubuhnya seolah menghilang. Sesak rasanya. Patah hati. Oleh wanita yang sama. Tangan Song Kang mengepal; menyimpan semua erangan yang tak bisa ia keluarkan. Hanya bisa menumpuk dan menumpuk di hatinya.
Sementara itu, di lain tempat, di sebuah taman yang tak jauh dari hotel tempat pria Cho itu menginap, So Hyun duduk terdiam sembari menunggu Seungyoun kembali. Katanya ada barang yang tertinggal di kamarnya.
"So Hyun-ah!"
Wanita berponi itu gelagapan. Baru tersadar setelah beberapa menit lalu bergelut dengan lamunannya.
Seungyoun mengusap pipi kanan wanita Kim itu. Ia cemas. "Apa kau baik-baik saja? Sejak tadi kuperhatikan kau terus melamun. Apa kau ada masalah?" tanyanya beruntun sambil menggenggam tangan lawan bicaranya.
So Hyun menggeleng. Kepalanya tertunduk. Atensinya terus mengamati es krim di cup kecil yang ia pegang telah mencair. Tidak menyisakan bentuk yang indah. Namun, tidak akan mengubah rasa—tetap manis.
Detik berikutnya So Hyun menatap Seungyoun yang menaikkan kedua alisnya.
"Seungyoun-ah, aku harus pergi! Aku harus bertemu dengan Song Kang."
YOU ARE READING
ORACLE (END)
FanfictionKeberuntungan dan nasib buruk, benarkah bisa ditentukan dari sebuah ramalan? Apa keberuntungan lebih utama ketimbang cinta? "Bukankah semua ini karena ramalan? Jadi, buat apa berjuang?" "Kalau tidak ada ramalan, apa mungkin aku memiliki keberanian...
Oracle - 20
Start from the beginning
