Keberuntungan dan nasib buruk, benarkah bisa ditentukan dari sebuah ramalan?
Apa keberuntungan lebih utama ketimbang cinta?
"Bukankah semua ini karena ramalan? Jadi, buat apa berjuang?"
"Kalau tidak ada ramalan, apa mungkin aku memiliki keberanian...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"So Hyun-ah!"
Plak!
Senyum lebar di wajah Song Kang dalam per sekian detik berubah menjadi ringis. Sembari memegang pipi kanannya, ia menatap So Hyun. Panas, rasa terbakar.
Kendati begitu, Song Kang tidak mengerti alasan bulir bening itu merosot dari paras iris kekasihnya, So Hyun. Seolah hilang akal mendapati sorot mata mata So Hyun yang memerah. Jelas tatapannya mengartikan ia sedang tidak baik-baik saja.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Sepertinya aku salah menilaimu. Ternyata kau tidak pernah berubah, Song Kang-ssi," tutur So Hyun dengan suara bergetar. Darahnya masih berdesir sengit. Amarahnya terasa sia-sia.
"Yak! Apa yang sebenarnya kaubicarakan? Memangnya apa yang sudah kulakukan? Ah, jangan bilang ini caramu membela pria Cho itu? Kau suka dia—"
"Seharusnya kita tidak memulai hubungan ini lagi," potong So Hyun, "sejak awal, kau dan aku, tidak akan pernah berhasil menjadi kita." So Hyun berbalik, mengalihkan pandangannya. Sebelum beranjak pergi, So Hyun menambahkan, "Aku akan melupakan semua ini pernah terjadi. Jadi, jangan pernah lagi menghubungiku."
Song Kang terdiam. Hanya ada tangannya yang mengepal menyaksikan wanita Kim itu hilang dari pandangannya. Berlalu tanpa memberi kesempatan untuknya membela diri.
Pada akhirnya yang Song Kang persiapkan menjadi kegagalan besar. Tatanan bunga mawar merah dan putih, wine mahal dan makan malam romantis, tadinya ia berpikir usaha ini mampu memperbaiki hubungan keduanya. Sayang, semuanya malah memperburuk keadaan.
Song Kang merogoh kotak biru dari saku celananya kanannya. Membuka kotak itu, pandangannya nanar menatap cincin yang gagal diserahkan.
"Song Kang-ah!"
Pria Song itu bergerak cepat menyembunyikan benda kecil itu kembali ke sakunya. Pandangannya beralih pada sosok Manager Han yang berjalan pelan dengan kepala tertunduk mendekat padanya.
"Maafkan aku," ujarnya pelan.
"Tidak, Hyung. Ini bukan salahmu. Mungkin saja waktunya tidak—"