Keberuntungan dan nasib buruk, benarkah bisa ditentukan dari sebuah ramalan?
Apa keberuntungan lebih utama ketimbang cinta?
"Bukankah semua ini karena ramalan? Jadi, buat apa berjuang?"
"Kalau tidak ada ramalan, apa mungkin aku memiliki keberanian...
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Mendengkus kesal, jalan ceritanya sama sekali tidak sesuai ekspektasi. Song Kang tidak habis pikir, kenapa pada saat dibutuhkan, sosok itu malah menghilang bak ditelan bumi? Padahal sebelumnya, wanita yang berpenampilan sama—gypsy—begitu sering lalu-lalang di sekitar kantor agensi.
"Maafkan aku, Song Kang-ah. Sepertinya peramal itu sudah menghilang."
Tidak ada kata yang menggambarkan perasaannya saat ini. Sedikit lagi. Tinggal butuh satu langkah lagi untuk memastikan bahwa So Hyun adalah benar wanita yang akan membawa keberuntungan. Tadinya Song Kang berpikir jawaban itu bisa didapatkannya dari sang peramal. Setidaknya peramal itu juga harus bertanggung jawab sudah memporak-porandakan logikanya dengan asupan yang semestinya tidak penting.
"Jadi apa yang akan kaulakukan?" tanya pria Han yang sudah memberikan dukungan untuk ide gila Song Kang.
"Menurutmu apa, Hyung? Tentu saja aku akan membuatnya jatuh cinta padaku."
Saat memutuskan ini semua, Song Kang jelas berakal pendek. Segala konsekuensi yang terjadi kelak—positif atau negatif—tidak dipikirkan. Baginya, menyelamatkan karir prioritas nomor satu ketimbang unsur romansa.
"Hatchim!"
Di tempat berbeda, wanita Kim yang berjalan dengan Seung Youn, sudah ketiga kalinya bersin. Bukan cuma hidung, telinganya ikut terasa gatal. Kalau kata orang tua dulu, saat ini ada orang yang menceritakan dirinya. Sayang, So Hyun tidak penganut paham tersebut. Singkatnya, ia tidak percaya hal yang bersifat anomali tanpa ada justifikasi yang pakem. Kalau boleh mengartikan sendiri, penyebab hidungnya terasa menggelitikan dikarenakan oleh debu-debu halus nan kasat mata.
"Kau sakit?"
"Tidak. Aku—"
So Hyun bungkam sesaat tangan Seung Youn menyentuh dahi dan pipinya. Suaranya enggan melanjutkan. Terlebih kala pria Cho itu memasang muka serius hanya demi memeriksa suhu tubuhnya. Jujur saja, itu sangat manis.
"Kau selalu memperlakukan aku seperti anak bayi."
So Hyun lekas menepis tangan Seung Youn, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang rekaman. Suhu tubuhnya meningkat menerima perlakuan Seung Youn hari ini.
"Kenapa dengan ekspresimu yang barusan, Kim So Hyun? Apa kau berdebar-debar?"
Seung Youn menyamakan langkahnya. Terus ia mengusili So Hyun yang begitu pelit tersenyum padanya. Sangat intens melontarkan lelucon hingga membuat gadis itu menyerah. Seung Youn, bukan lawan yang mudah untuk dihadapi.
"Akhirnya kau tersenyum. Itu lebih baik. Apa kau tahu, kalau kau sering tersenyum, maka aku yakin kau tidak akan sendirian seperti sekarang."
So Hyun memandang kesal. Sindiran halus itu jelas ditujukan padanya. Menelisik pada kenyataan, bukan hanya dia yang berstatus single. Seung Youn pun sama. Bahkan faktanya, So Hyun setidaknya pernah berkencan dengan beberapa orang. Tidak seperti Seung Youn.