years later

776 47 20
                                    

"Melo,"

Seperti dua malam terakhir, aku menatap jam dinding tepat di depanku dengan hampa, sementara dia berdetik tanpa rasa bersalah. Diam. Membiarkan diri dalam kecamuk pikiran yang tak mau behenti. Entah sudah berapa kali jam dua belas aku lewatkan seperti ini. Dengan mata terbuka, dan kesadaran benar-benar penuh. Yang seperti membunuhku pelan tapi pasti.

Ada banyak sekali yang kupikirkan. Termasuk panggilan tadi. Panggilan, yang mungkin tak akan bisa ku dengar lagi untuk waktu yang tak juga bisa kutentukan. Terakhir kali dia memanggilku seperti itu, kalimat selanjutnya berakhir menyakitkan.

"Kita break dulu ya, ada banyak banget yang harus gue pikirin,"

Ck, semudah itu. Iya, memulainya sesulit cerita tiga tahun lalu. Dan lagi-lagi, aku yang sakit sendirian.

"Kenapa sih Re? Toh selama ini kita baik-baik aja kok ldr-ran,"

Bukan, bukan itu masalahnya.

Aku tahu jelas dia sedang jenuh dengan segala circle ini. Atau sebenarnya, dia memang tidak benar-benar punya perasaan, sejak awal?

"Gue bukan minta kita putus kok, cuman break. Kalau ternyata tanpa lo jadi lebih baik..."

Bodoh.

Segulir air mata mengalir tanpa bisa kucegah. Sambil memeluk guling dan menenggelamkan wajahku di sana, sebisa mungkin aku memejamkan mata. Aku harus tidur sekarang. Besok masih banyak kegiatan di kampus yang akan menguras habis tenaga dan pikiranku, aku harus tidur sekarang.

Setidaknya...

Berhenti mengulang lagu menyakitkan itu lagi.

Namun air mata itu malah bertambah banyak. Dadaku malah semakin sesak dan tangis itu malah semakin menjadi setiap aku ingin berhenti.

Kalau kamu ingin pergi, tolong jangan menambah luka. Tolong.

***


















an.

Jadi, apakah aku harus lanjut....:(

Aku dan HujanWhere stories live. Discover now