[12] Dendam Masa Lalu

4.3K 245 2
                                    

Dendam itu seperti penyakit.
Ketika penyakit itu kambuh, yang memilikinya akan melakukan apapun demi mengurangi sakitnya.

***

Jam olahraga yang melelahkan baru saja selesai. Bukannya aku tidak suka olahraga. Tapi kali ini pak Mulyo-guru olahraga kelas ini-bener-bener gila bin sarap bin sinting ngasih tugasnya. Masa cewek disuruh tanding lari sama cowok-cowok sih. Melawan kodrat, udah jelas-jelas cowok sama cewek itu beda dalam segala hal. Apalagi yang menyangkut fisik!

Aku menegak isi tupperwere yang aku bawa sampai benar-benar tandas. Over lelah setelah berusaha mengejar Deri yang larinya mirip super hero flash. Jangan-jangan dia emang punya kekuatan macem flash lagi.

"Mel, lo nyium sesuatu nggak? Kok kayak.. bau bangke ya?"

Aku mengernyit mendengar pertanyaan Aira yang aneh itu. Menutup hidung dengan telapak tangan, dan seketika terbatuk-batuk waktu aku melepas tanganku dan menghirup udara sekeliling.

Ini serius bau bangke gaes.

"Njirrr siapa yang belom mandi wooyy" Ian, yang duduk tepat di belakangku, memekik heboh sambil menutup hidungnya. Dia keluar kelas, aku ikut, dan semua penghuni kelas yang mencium bau menyengat itu akhirnya ikut keluar. Nggak semua sih, ada Regen yang masih di dalam. Oh iya, setelah kejadian Jum'at itu, Regen sama sekali nggak menunjukkan perubahan berarti. Jadi aku anggap kemarin itu dia lagi kesurupan setan baik hati.

Ada gitu setan baik hati?

"Kalo lo semua keluar, sampe kita lulus juga nggak bakal ilang tuh bau" seru Regen dari dalam kelas, hiperbola. "Ki, lo kan ketua kelas. Gimana sih, ada masalah di kelas kok malah kabur!" lanjutnya.

Kiki langsung merasa tersindir. Maka dia masuk kedalam kelas dan menghadap Regen.

"Yang merasa cewek boleh diluar" kali ini suara Kiki. Dan itu membuat cowok-cowok kelasku langsung menyerbu masuk ke dalam. Ciah, nggak mau dibilang banci bangke pun dihadapi. Hahaha,

Kami, bangsa cewek, menyemangati para cowok dan menunggu informasi mengenai asal muasal bangkai itu. Aku merinding sendiri. Membayangkan ada hewan mati, ohh.. jangan dibayangkan. Aku bergidik ngeri. Ini kan sekolah lumayan elit. Masa sih ada hewan mati di kelas, lagian tadi pagi kelas masih harum wangi nan bersih kok. Terus darimana asalnya bangkai mengerikan itu coba?!

Aku baru mau beranjak mencari udara segar di taman belakang ketika suara Deri dari dalam kelas terdengar seperti petir di siang bolong.

Jantungku hampir jatuh ke kaki pemirsah.

"Melody, bangkenya ada di tas lo!!!!"

***

Yang pertama terlintas di pikiranku ketika mendengar 'pernyataan' Deri adalah teman-temanku akan langsung menjauhiku karena berpikir aku jorok dan sebagainya. Ini bagian dari trauma. Makannya aku kaget setengah waras begitu mereka malah membantuku untuk mengeluarkan 'isi' tasku yang malang itu.

Kami sekarang sedang duduk melingkar mengelilingi meja besar yang ada di perpustakaan sekolah. Mengisi kekosongan pelajaran Bahasa Indonesia dengan alibi ngerjain tugas. Nggak semua, hanya para ciwi-ciwi yang sedang berpkir keras bagaimana bisa ada bangkai di dalam tas ku.

Dan hari ini, untuk pertama kalinya, aku benar-benar merasa punya teman.

"Gue rasa ada yang lagi neror lo Mel." Kata Dina-cewek yang dijuluki 'informan' kelas karena pengetahuannya yang canggih tentang anak-kelas-lain-.

"Dia, atau kita?" kali ini Tiwi.

Aku hanya balas menatap mereka dengan tatapan gue-nggak-tau-apa-apa-yaampun.

Aku dan HujanWhere stories live. Discover now