[34] A Day For Us

3.7K 229 6
                                    

Ketika seseorang jatuh cinta, dunia membutakan matanya akan segala kemungkinan.

Rasa itu membuatnya mabuk. Dan melayang ke ruang angkasa detik itu juga.

Pun juga ketika seseorang merasakan sakit. Dunia menutup telinganya akan segala kata-kata.

Rasa itu membuatnya seperti orang sekarat. Dan tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain sakit di hatinya.

***

"Re gen?"

Ini kenyataan apa lagi?

Seluruh personil The Rainstorm ditambah Andi menatap aku dan Regen bergantian, beberapa saat dengan bingung. Tapi aku, aku benar-benar tidak bisa lagi merasakan kehadiran mereka.

Dunia seperti lenyap ketika mata kami bertemu. Menyisakan kami, aku dan Regen.

Sudah sekitar dua bulan sejak aku memeluknya sambil menangis terisak-isak dan dia mengusap lembut pucuk kepalaku seraya menenangkan. Aku kangen dia, sangat. Dan aku bisa saja memeluknya kalau tidak ingat kami sudah sepakat menjaga jarak.

Jadilah aku dan dia hanya mematung di tempat. Mata coklatku kembali beradu dengan mata hitamnya yang menyedot. Dan waktu aku rasa sedang berhenti menjalankan tugasnya sekarang.

"Mel, ikut gue" suara Regan memecah atmosfer canggung antara aku dan Regen. Dia menarik tanganku menuju area luar gedung studio, dan berhenti tepat di samping basement yang entah kenapa saat itu sepi. Dia memegang bahuku dan menempelkannya pada tembok. Lalu menatapku lekat seraya meletakkan kedua tanggannya di samping bahuku. Mengunci.

"Lo kenal, sama Regen?" tanyanya. Lembut tapi tajam.

Aku masih bergeming dan memutuskan untuk melihat ke arah apa pun selain mata cowok itu. Aku masih terlalu syok. Baru saja Aira membeberkan semua yang tidak aku tahu setehaunan ini dan sekarang Regen tiba-tiba muncul.

Aku blank.

"Ceritain, Melody"

Aku tidak tahu apa yang sedang Regan lakukan sekarang. Dia, orang yang baru nyaris sebulan ini aku kenal. Baik, sungguh. Matanya selalu mentapku teduh dan tindakannya nggak jarang bikin aku merasa spesial. Regan tipikal cowok manis dan pengertian.

Tapi Regan dan Regen tetap dua orang yang berbeda. Seperti yang pernah aku katakana dulu, Sekuat apa pun aku berusaha mencintai seseorang, rasa itu enggan diatur dan akan tetap tumbuh pada orang yang sama. Aku tidak akan mencintai Regan meski pun aku mau.

"Gue nggak tau mesti ceritain semuanya dari mana Re, terlalu banyak yang nggak lo tau" Kataku lirih, menyerupai bisikan.

Regan membuang pandangan dan mengembuskan napasnya. Aku tahu dia mencium sesuatu antara aku dan Regen. Kadang, ketika lo suka sama seseorang, indra kepekaan lo bisa berubah berkali lipat sensitif melebihi kucing.

Dan aku jelas sudah menyadari perasaan Regan sejak pertama kali mata kami bersitatap.

"Sori Mel, gue nggak seharusnya ngelakuin ini" Regan tiba-tiba menurunkan tangannya dan berbalik menghindari tatapanku. "Ini urusan lo, dan gue bukan siapa-siapa untuk sekedar ikut campur"

Kata-kata Regan membuat hatiku tergerak dan air mataku meleleh seketika. Itu juga yang aku ucapkan dulu ketika melihat Regen bersama kak Embun. Dan sekarang, semuanya kembali berulang dengan Regan di posisiku, aku mengerti.

Ragu, aku mendekat. Melingkarkan tanganku di pinggangnya dan menyandarkan kepalaku di punggung kekar seorang Regan.

"Kalo gue bisa ngatur hati, selamanya gue mau jatuh cinta sama lo, Regan"

Aku dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang