[22] Luka

4.2K 254 8
                                    

"Semoga aku akan memahami sisi hatimu yang beku
Semoga akan datang keajaiban hingga kaupun mau" -Pupus, Dewa19

***

"REGEN!"

Pagi Senin berikutnya, mendung. Satu keuntungan karena dengan begitu, jam upacara akan menjelma menjadi jam kosong yang dicintai seluruh siswa siswi seantero Indonesia. Yay! Aku melangkah dengan penuh suka cita menyusuri koridor menuju kelas Dua belas IPA dua. Jangan heran kalau hari ini aku senang bukan kepalang.

Because, today.

MELODY OFFICIALLY FIGHT FOR REGEN.

Yay! yay! yay! Seperti yang kak Kimmy bilang tempo waktu; Percaya nggak ada perjuangan yang sia-sia. Dan kalaupun nanti hasilnya yang terburuk, tinggal kembal ke kesimpulan awal. He is not my destiny.

"Buat lo" penuh senyum, aku menyodorkan sebuah kotak bekal berisi sandwich buatanku sendiri. For your information, aku rela bangun sebelum subuh demi buat ini.

Regen menatapku sekilas lalu ke kotak itu lalu ke arahku lagi. Ini baru langkah pertama. Apapun reaksinya, siap nggak siap tetap harus siap.

Tapi Regen ternyata masih belum mau bereaksi.

Cukup lama tanganku melayang di udara. Ya, cukup pegal. Tapi ternyata semua itu terbayar begitu Regen menerima kotak bekalku dengan tangan kanannya. Semoga dia nggak marah lagi, semoga ada sedikit aja celah dihatinya untuk seorang Melody Aristya Aeldra ini, semoga-

"Der, Deri sini deh"

Aku menatap Regen dengan padangan bertanya. Detik berikutnya, rahangku segera jatuh ke bawah. Regen memberikan kotak yang baru beberapa detik ada di tangannya dengan santai kepada Deri. Seolah-olah benda itu memang sudah seharusnya untuk Deri. Tapi sandwich itu kan buat dia?!

Deri, dengan tidak berdosanya, menerima kotak bekal itu sambil nyengir kuda sementara Regen kembali melanjutkan jalan. Aku menatapnya sebal. Mengambil kotak itu dengan paksa-yang jelas-jelas dibalas Deri dengan tidak terimanya.

"Ehh Mel, punya guee.."

"Mimpi lo!"

"Tapikan-"

"Bodo amat. Gue mau ke kelas"

Pada kenyataannya, moodku belum bisa beradaptasi dengan penolakkan Regen.

***

Jam kosong aku isi dengan pergi ke perpustakaan.

Agak gila sih, nggak-aku-banget gituloh. Tapi no problem. Selama ada di samping Regen, I think di gua pun aku mau.

Orang bilang cinta itu buta 'kan?

"Gue tau"

Aku menolehkan kepalaku ke kanan dimana duduk seorang Airana Karin yang tersenyum seperti baru mendapatkan uang lima milyar. Matanya berkilat-kilat. Sesekali melirik ke deretan rak buku yang berjejer rapi memenuhi ruangan besar perpustakaan ini. Eh? Bukan. Entah kemana tepatnya arah pandangan Aira.

"Lo suka 'kan? Mel, sama Regen?"

Mulutku sempurna ternganga mendengar ucapan Aira yang unpredict itu. Aku tidak peduli lagi bagaimana tablonya mukaku. Kacau. Tahu dari mana coba, dia?

Pandangan mata Aira beralih ke arahku dan tatapan itu bukan tatapan yang cukup baik. Aku berani bertaruh setelah ini dia akan bercuap menanyaiku segala hal. Kembali membeberkan ini-itu tentang Regen yang aku yakin akan aku balas dengan 'bodo amat'. Mau bagaimanapun juga, sebuah panah besar di hatiku sudah menunjuk tepat ke arahnya. Apapun, dan siapapun, bahkan jikalau badai besar menerjang, panah itu tetap akan mengarah ke satu orang itu.

Aku dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang