@

Adzan shubuh berkumandang merdu.

Rei dan tante Mira telah bersiap shalat berjamaah di rumah.

Ada perubahan yang cukup baik untuk Rei setelah mengenal tante Mira lebih dekat. Gadis itu lebih sering menjalankan shalat, mulai sering mengaji, dan lebih taat pada agamanya. Dan hubungannya dengan Dafa yang bersebrang agama itu, membuat dirinya lebih banyak berkomitmen untuk meninggalkannya. Meskipun sudah pasti sakit.

Tok. Tok.

Ketukan pintu terdengar saat keduanya baru saja melepas rukuh. Rei bergegas melipatnya, kemudian sesegera mungkin membukakan pintu depan.

"Sapa sih, shubuh-shubuh udah absen di rumah orang?" guman Rei heran.

Gadis itu kemudian membuka pintu rumahnya.

"Assalamualaikum, Rei," Dafa tersenyum pelan.

Rei kaku.

Sebenarnya gadis itu masih sedikit grogi dengan masalah kemarin. Ia takut akan ada yang berubah dan jadi sesuatu yang tidak lagi nyaman.

"Rei," Dafa menyeru kembali.

"Oh, ya, waalaikumsalam," balas Rei."Kok, tumben salam?" tanyanya basa-basi.

Dafa hanya tertawa kecil.

"Gapapa dong gue salam. Boleh kan?" balas Dafa.

Rei mengangguk kaku."Jadi, ada perlu apa?" tanyanya kembali.

"Gak usah sok kaku gini deh Rei. Gue tuh pacar lo, lo pacar gue. Masa pacar sendiri ga boleh main ke rumahnya pacar?" timpal Dafa.

Rei datar.

Dafa memasang muka geli kemudian menyelinap masuk tanpa diminta Rei. Ia duduk di sofa ruang tamu. Bersamaan itu, tante Mira datang kearah mereka.

"Eh, ada nak Dafa," tante Mira tersenyum ringan."Kamu mau ngajakin Rei keluar jam segini?" tanyanya langsung to the point.

"Tante tau aja. Lebih cepat lebih baik, te," jawab Dafa.

"Kemana?" Rei terkejut.

"Itu alasan tante Mira suruh kamu mandi pagi-pagi tadi. Kan tante udah bilang semalem, kalau Dafa mau ngajakin kamu main," ungkap tante Mira.

"Ke suatu tempat Rei. Yang lumayan jauh kalau kita ga berangkat pagi-pagi gini," tambah Dafa.

"Oke. Gue mau ganti baju dulu," ujar gadis itu kemudian berlalu menuju kamarnya.

Jujur sedalam hatinya. Rei gugup. Bukan karena ia sedang merasa dibaperin cowok atau disosweetin cowok. Rei udah sering main bareng Dafa. Tapi kali ini beda. Kali ini mereka bukan cuman main. Ini perpisahan. Yang bikin Rei gugup, gadis itu harus ngomong gimana sama Dafa, sementara ia udah kehabisan kata-kata.

@

Bety terduduk lesu di sebelah bangku kemudi mobil yang sekarang didudukin Riki. Keduanya seshubuh ini juga udah standby di dalam mobil. Tapi wajah Bety tak lagi ceria, tentu dengan alasan yang sama.

"Ntar, kalau udah ada Rei, lo gak boleh keliatan lesu begini ya!" pinta Riki.

Bety tak menjawab.

Gadis itu hanya menatap kaca di sebelahnya sambil melamun. Menerbangkan pikirannya entah kearah mana. Dengan mata sayup yang masih terlihat sembab.

"Bet. Ini yang terakhir kan? Besok Rei udah berangkat kan? Lo jangan sia-siain hari main kita dengan kesedihan. Bikin fun! Lo harus bikin hari ini nyaman banget, penuh tawa, lupain segalanya tentang esok. Hari ini adalah hari ini, bukan apa yang terjadi besok. Bikin hari ini, jadi sesuatu yang terkenang menyenangkan bukan menyedihkan," Riki berceramah.

Bety menarik napasnya perlahan.

"Gue takut. Kalau ngeliat wajah Rei bakal bikin gue gak sadar seakan nangis," lirih Bety.

Riki kemudian mengambil kacamata hitam di depannya. Mengulurkannya pada Bety.

"Pakai ini. Berhubung kita juga ketemuan di pantai, gak ada salahnya lo asal-asalan bergaya sekalian nutupin mata bengkak lo," ujar Riki.

Bety meraih kacamata hitam itu.

"Thanks Ki. Gue bakal berusaha,"

@

Rei memang tak bersuara sama sekali. Ia masih sibuk menata hatinya. Sementara Dafa, cowok itu tak terlalu memusingkan perasaan. Ia hanya punya pikiran sama seperti Riki, membuat hari ini tak terlupakan.

Sehingga, di sepanjang perjalanan yang ditempuh hingga jam 9 pagi, sampai di pantai, keduanya bisu. Tak berbicara apapun kecuali hal yang penting.

"Turun yuk, Rei," Dafa bersuara pelan. Rei mengangguk kemudian keluar dari mobil.

Pria itu berjalan mendekat kearah Rei, memasangkan kacamata hitam pada gadisnya. Kemudian ia menggandeng tangan Rei hangat.

"Yuk, bikin hari ini jadi lebih spesial dari hari sebelumnya," ujar Dafa.

Rei mengangguk. Ia berusaha untuk lebih tenang.

Keduanya berjalan bersama di tepi pantai. Sambil bergandeng tangan. Dafa tak berbicara lagi, hanya memandang lautan yang terlihat cantik dengan ombaknya.

"Maafin gue ya Daf," Rei berkata pelan.

Dafa menatap Rei. Pria itu tersenyum karena akhirnya Rei mau berbicara.

"Gue kehabisan kata-kata buat ngobrol sama lo," tambah Rei.

"Kata-kata lo udah mulai balik lagi kok Rei. Gue nunggu itu daritadi," balas Dafa.

"Maksudnya? Sedari tadi lo diem, ga bikin percakapan baru, karena lo lagi nunggu gue bicara?" tanya Rei.

Dafa mengangguk.

"Gue gak mau maksa cewek untuk bicara. Apalagi itu lo. Terserah lo mau bicara atau enggak. Yang penting lo ada di sini, di sebelah gue, sekarang. Gue udah bersyukur seenggaknya Tuhan masih memberikan waktu buat kita ketemu," ungkap Dafa.

"Gue sekarang tau kenapa lo ngasih gue kacamata item ini. Bukan karena pantainya, tapi karena lo gak mau gue kelihatan nangis, kan?" tebak Rei.

"Lo cepet pekanya," jawab Dafa sambil mengusap kepala Rei.

"Jangan nangis ya. Jangan sedih. Gue mau hari ini kita senyum, ketawa, bahagia aja. Gue mau hari ini jadi kenangan indah, manis, yang terkenang. Bukan sebagai pacar-kekasih. Tapi sebagai teman, sahabat, saudara, orang terdekat, dan orang tercinta," tambah Dafa kemudian mengusap pipi Rei.

Rei mengangguk sambil mengembangkan bibirnya untuk tersenyum.

"Rei!!" seruan khas dari seorang Bety terdengar dekat. Rei segera berbalik. Menemukan kedua sahabatnya sedang berjalan kearahnya.

"Bety!" Rei balas berseru. Kemudian berlari pelan kearah Bety dan memeluknya.

Mereka berpelukan cukup lama, hingga Riki dan Dafa bersamaan pura-pura berdahak.

"Kita gak boleh ikutan peluk?" sindir Riki.

"Gaboleh!" seru Rei segera.

Bety tersenyum pelan.

"Akhirnya, sahabat gue balik galak lagi," ungkap Bety senang.

"Gue gak galak, tapi gue tegas. Lo harus bedain itu Bet," timpal Rei dengan senyum.

"Cerewet banget tapi, ya," tambah Dafa.

"Gue setuju sama lo, Daf," Riki ikut menambahkan sambil tertawa mengejek.

Rei sudah memasang muka emosi. Tangannya mulai bergerak seperti kepiting yang siap mencubit. Dafa dan Riki segera berlari menjauh sebelum tertangkap tangan Rei itu.

Bety tertawa lepas.

Rei segera berlari mengejar kearah mereka.

"Bantuin gue Bet. Lo tangkep Riki, gue tangkep Dafa!" seru Rei sambil menarik tangan Bety berlari bersamanya.

Saling berkejaran.

Dalam dekapan yang bahagia.

Di antara tawa yang saling bersambut.

Mereka terlihat seperti dua gadis yang mengejar pria, bukan sebaliknya.

@

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now