BAB 10

1.9K 142 0
                                    


"Yang jadi sahabatmu adalah ia yang berada sampai akhir. Bukan yang muncul di awal kemudian menghilang di tengah jalan."

Kadang hidup perlu sebuah kejutan untuk menjadikannya lebih baik.

Takdir tak pernah mempermainkan umat manusia.

Perasaan yang ada, kejadian yang terlaksana, semuanya adalah sebuah ujian. Ujian yang akan membawa kehidupan menjadi lebih baik.

Terlaksana dengan penuh kedamaian.

Membentuk sebuah hal baru yang lebih indah, mewah, dan berwarna.

Percaya atau tidak, semuanya akan terjadi atau sedang terjadi.

@

Sementara takdir terus mengatur jalan kehidupan. Waktu terus bergerak menyampaikan kebenarannya.

Rabu melelahkan itu berlalu.

Minggu kembali mengusik untuk mengistirahatkan pelajar yang suntuk pelajaran. Sementara untuk yang lain, minggu adalah tempatnya bertemu dan menikmati waktu untuk orang-orang khusus.

Seperti Bety.

Kepercayaannya selalu membuatnya taat. Gadis itu tak pernah melawan dan selalu percaya bahwa apa yang dilakoninya adalah sesuai petunjuk Tuhannya. Dikarenakan itu, Bety tak pernah sekalipun absen ke Gereja di minggu wajibnya.

Selain alasan utamanya itu, Dafa juga menjadi alasan kedua.

Bertemu minggu artinya bertemu Dafa, berbicara dan berkumpul bersamanya.

Dan satu hal yang hari ini menjadi doa utamanya, Bety sangat berharap, hubungannya dengan Dafa ataupun Riki sekalipun, tidak akan goyah.

Akah tetap utuh meski Dafa mengetahui kebenarannya. Riki marah padanya. Atau cinta rumit yang terjadi pada mereka.

Bety berharap, pulang dari keagamaan, tetap akan ada kumpul bersama.

Tepat saat ibadahnya selesai, gadis itu keluar dari gereja. Mencari dua wajah sahabatnya.

"Nyariin siapa neng?"

Suara pria tak asing itu segera diserbu mata Bety yang mulai kelelahan menelaah ke setiap sudut.

Sebelum benar-benar menjawab, Bety mengembangkan senyumnya.

Dafa dan Riki berdiri di depannya dengan senyum keakraban.

"Dua pria idiot," jawab Bety bercanda.

Ketiganya sama-sama tertawa.

Mengisi kepedihan hati antara ketiganya, dengan senyum dan tawa tulus yang tersirat dari hati. Sudah cukup untuk mengantarkan maafnya. Menunjukkan bahwa bahagia yang mereka rasakan lebih baik dibicarakan daripada masa lalu yang menyedihkan.

Tapi, masa lalu tetap akan jadi sejarah.

Penentu jadinya masa depan yang lebih baik.

@

Seperti minggu-minggu sebelumnya. Mereka bertiga mampir ke kafe. Sekedar bergurau dan bercakap-cakap kembali.

Masih ada sedikit kecanggungan antara ketiganya.

"Eh, gue pesen minum dulu ya," pamit Riki yang kebagian piket traktir di minggu ini.

Dua sahabatnya mengangguk.

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now