BAB 6

2K 145 1
                                    

"Semakin mengenal seseorang. Kita jadi tau, harus benci atau suka sama orang tersebut."

Bety terus menerangkan karasterikstik Dafa. Semua tentang Dafa yang diketahuinya. Tentang pertemanannya dengan Dafa yang sudah terjalin sejak masuk SMP. Hari minggunya yang selalu kumpul di kafe dengan Dafa. Dan semua lagi tentang Dafa, yang menurut Bety pantas untuk diceritakan.

Tapi Rei tidak mendengarkan saksama cerita itu.

Pikirannya kacau.

Ada sakit, sedih, dan gelisah di hatinya.

Gimana mungkin, dirinya dan sahabatnya bisa menyukai seseorang yang sama? Atau, mungkin bukan itu yang disesalkan Rei. Bagaimana ia bisa mencintai Dafa, seseorang yang berbeda keyakinan dengannya.

Rei berpikir ini semua gila.

"Rei," seru Bety sambil menggoyangkan tubuh Rei. Menyadari sahabatnya hanya bengong sedari tadi.

"Lo kenapa?" tanya Bety khawatir.

"Ah, enggak," ujar Rei.

"Gue pergi dulu, ya, sorry gak bisa nemenin lo," timpal Rei lalu beranjak pergi.

Bety bahkan belum berkata apapun. Tapi gadis itu kini ditinggal dadakan oleh Rei. Mau tak mau, ia tetap melanjutkan melihat pertandingan sampai selesai.

Memperhatikan Dafa dari tepi lapangan.

Rei sendiri bergegas pergi. Berusaha bersembunyi kalau-kalau Dafa bertemu dengannya. Karena bukan sesuatu yang menyenangkan lagi untuk bertemu Dafa. Pertemuannya kali ini adalah sesuatu yang patut dihindarkan.

Dan harapan terakhirnya adalah UKS.

Gadis itu bersembunyi di sana.

Rei berbaring di ranjang UKS. Ia menutupi kaki sampai perutnya dengan selimut. Gadis itu kemudian melamun.

Matanya menyilaukan kekecewaan. Perih. Kaca-kaca air mata.

Tapi Rei bahkan tak bisa menangis.

Terlalu sakit untuk menyadari semua. Terlalu perih untuk mengakuinya. Hanya sebuah kemustahilan kosong untuk berharap semua ini adalah mimpi.

Ya. Ini sakit sekali. Lebih sakit daripada orang sakit.

Sementara Bety setia berdiri di tepi lapangan. Ia tersenyum sambil terus memperhatikan Dafa. Saat itu...

Tak sengaja Riki menatap pada kerumunan siswa yang turut menyaksikan pertandingan. Satu alasan Riki menatapnya, karena pria itu benar-benar mengharapkan kedatangan seorang Bety, untuk mendukungnya.

"Bety..." guman Riki begitu menemukan tubuh gadis itu. Tapi pandangan Riki berubah begitu menemukan senyum Bety mengarah pada... Dafa.

Pria itu bergidik ngeri.

Sekali lagi, ia masih kalah dengan Dafa.

"Ki!" seru temannya mengoper bola.

Riki menangkapnya.

Tapi pria itu masih emosi. Ada perasaan puncak kemarahannya saat ia masih memegang bola.

Pria itu mendribble bolanya. Hendak mengopernya.

Bukan pada teman se-grub nya atau ring sasaran.

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now