BAB 15

1.8K 112 1
                                    

"Cewek yang bilang semua pria itu sama aja, itu salah. Karena buktinya, kamu berbeda dari pria lain. Kamu yang buat aku senyum, kamu yang buat aku nge-fly, sampai akhirnya kamu jatuhin aku di hatimu."

Kadang. Apa yang kita rasakan dan orang lain rasakan tentang sesuatu yang sama adalah perasaan yang berbeda. Berpikir bahwa keduanya menatap pada satu sasaran utama, tapi pikiran mereka melayang ke mana-mana.

Sama seperti cinta.

Hanya saja, Dafa sudah terlalu mencintai Rei. Ia tak sanggup untuk tidak bersama Rei.

Dan Rei, masih ragu akan hatinya, akan cinta, akan sebuah hubungan yang terikat.

Setelah mendengar jawaban itu, Dafa tidak membalas perkataan sedemikian menit. Jawabannya singkat, karena takdir sudah mengaturnya. Tapi, Dafa tidak bisa menjawabnya. Seolah, menjadi berbeda adalah suatu kekurangannya di hadapan Rei. Gadis yang pernah terluka.

Bety bilang, Rei pasti akan luluh jika Dafa terus berusaha.

Riki juga bernasehat, bahwa cinta beda agama seharusnya bukan sesuatu yang diperdebatkan di SMA. Karena mereka masih kelas 10. Masih berumur 17 tahun. Masih butuh perjalanan lama ke jenjang yang lebih serius.

Sekarang Dafa tau, bahwa masalahnya bukan di situ. Bukan tentang keseriusan atau sebuah perpisahan.

Dan pria itu menyimpulkan, bahwa Rei masih kaku dengan masa lalunya. Masih belum menerima kekejaman dunia di keluarganya. Gadis itu seperti belum dewasa, karena masih mengartikan hubungannya akan jadi sia-sia seperti orangtuanya.

"Rei..." lirih Dafa.

"Maaf karena gue memaksa," timpalnya kemudian menghapus air mata di pipi Rei.

Rei tidak bisa berbalik menatap Dafa. Gadis itu terlalu malu.

"Gue terlalu memaksa, ini hari pertama kita saling sapa, tapi gue ngebut bahas ginian," Dafa merasa bersalah.

"Kalau lo gak bisa, gue gak masalah kok. Asal lo tetep ada aja sama gue, sesekali, pikirkan di dunia ini cuman ada kita. Enggak ada pertentangan, hanya ada kita dan cinta," ungkap Dafa.

"Maaf, Daf. Karena gue emang belum bisa," lirih Rei membalas.

Setelah menit berlalu cukup panjang dan magrib mulai berkumandang, Dafa dan Rei beranjak dari tempatnya, menuju masjid setempat.

Dafa mengantarkan Rei untuk beribadah sebagai kewajibannya.

Sementara Rei shalat, pria itu duduk-duduk di bangku depan masjid. Menatap langit pantai yang mulai berkelap-kelip bintang. Bukan seperti di rumahnya, di kota, yang tidak punya bintang sama sekali.

@

Langit berwarna gelap. Rei yang harusnya sudah pulang ketika langit cerah, harus membiarkan waktunya terulur. Dan walaupun air matanya berakhir tumpah, tapi Rei tetap bahagia. Seolah...

Dafa telah menyatakan perasaannya untuk yang kedua kali.

Rei tersenyum-senyum sendiri sambil memakai sepatunya. Sehabis keluar masjid. Gadis itu diam-diam tertawa kecil mengingat tingkah Dafa yang begitu imut dan serius untuk meyakinkan Rei.

Gadis itu sebenarnya bahagia. Sangat bahagia.

Mengetahui, ada seorang pria yang mencintainya dengan sangat. Sangat-sangat mencintainya.

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now