BAB 23

920 61 0
                                    

"Tertawa sampai tersenyum. Tersenyum sampai menangis. Menangis sampai tertawa"

Rei dan mamanya duduk di meja makan. Seperti hari-hari biasanya, setelah kedatangan mamanya itu, Rei tidak lagi makan sendiri. Mama selalu menemani sarapan anaknya.

Tapi hari itu, wajah mamanya terlihat pucat. Berbeda dari biasanya, Seli juga terlihat tidak nafsu makan. Wajahnya kadang meriang ketika menelan makanan.

Seperti ada sesuatu yang menyakitkan.

"Mama kenapa?" tanya Rei menyadari perbedaan itu."Mama sakit?" tanyanya lagi.

Seli menggeleng namun tak menjelaskan apapun setelahnya.

Entah malas untuk berkata atau mulutnya bahkan sakit untuk bergerak.

Tiba-tiba saja, Seli memegang perutnya. Beberapa menit setelahnya, memegang mulutnya seperti menahan sesuatu. Wanita itu kemudian segera beranjak dari kursinya dan menuju kearah kamar mandi.

Rei menatap heran kearah mamanya. Jelas wajah khawatir itu terukir di sana.

Sementara Rei masih memandangi punggung mamanya yang semakin menghilang, Bu Ninik datang sambil membawakan Rei susu hangat.

Awalnya, Rei bahkan tak sadar Bu Ninik telah berada di sana.

"Non," seru Bu Ninik.

Rei segera menatap ke Bu Ninik. Memberikan eskpresi tanda tanya.

"Buk, mama kenapa ya?" sebelum pertanyaan muncul dari Bu Ninik, Rei segera menyuap penasarannya.

"Sebenarnya sih... dari kemarin, kemarinnya lagi, dan kemarinnya lagi, mamanya non emang keliatan gak sehat," ungkap Bu Ninik.

"Bu Ninik sih gak pernah nanyak. Tapi, saya sering lihat mamanya non kebelet lari ke kamar mandi sambil nahan mulutnya. Kaya orang mau muntah," tambah Bu Ninik.

Rei terkejut. Tubuhnya bahkan sudah beku.

Rasa cemas itu semakin menjadi-jadi padanya.

"Mama udah sakit dari lama? Kok Bu Ninik gak pernah cerita?" Rei setengah membentak.

"Bu Ninik kan gak tau non, lagian saya kira mamanya non pasti juga cerita ke anaknya. Dulu sih, Bu Ninik ngiranya mama non..." Bu Ninik enggan meneruskan.

"Ngira apa Buk?" Rei terus mendesak.

"Ngiranya lagi hamil. Makannya Bu Ninik gak mau cerita, takutnya nanti non malah salah faham," jawab Bu Ninik.

Rei kini lebih membeku lagi.

Nafasnya bahkan tak lagi diatur olehnya.

Rasanya benar-benar sesak.

Kalau mamanya lagi hamil, berarti sudah pasti mamanya punya papa baru dan anak baru. Lantas, kalau hal itu terjadi, apa mamanya sedang berusaha membujuk Rei bersama keluarga barunya. Dan... mungkin saja, Rei akan ditinggal oleh mamanya, lagi, jika Rei tak mau menuruti keinginan mamanya.

Rei menarik napas lebih dalam. Berusaha menenangkan dirinya.

Perasaan gusar dan pedih itu makin menyelimuti dirinya.

Tapi dirinya tak bisa berkesimpulan begitu. Semua belum terbukti dan peluang khayalannya itu masih belum diyakini.

Sekarang, selera makan Rei benar-benar menghilang.

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now