~8~

13.9K 938 8
                                    

***

Daniel pov.
Bedebah sialan. Beraninya mereka memasang bom dipintu apartemen kosong itu. Untung saja Lucy bisa keluar dengan selamat. Memang sedikit sakit.. tapi lebih baik dari pada dia yang terluka. Karena lukanya pasti akan membekas ditubuhnya.

Saat ledakan itu terjadi kukira aku akan mati, untungnya Tuhan masih berbaik hati padaku. Pertama kali yang kulihat setelah ledakan itu terjadi adalah indahnya langit senja. Dan suara yang kudengar adalah kerumunan orang yang berteriak ketakutan melihatku diantara puing bangunan yang hancur. Dan hiruk pimuk kekacauan yang timbul karenanya.

Beberapa saat kemudian sebuah suara memanggilku, aku mendongak ke asal suara itu. Samar.. tapi aku tahu jelas pemilik suara tersebut. Siapa lagi jika bukan Bitchie. Setidaknya begitulah aku memanggilnya. Walaupun dia sebenarnya tidak seperti itu. Tanpa sadar tangan terangkat melambai kerahnya memberitahu bahwa aku baik-baik saja. Sudut bibirku terangkat, entah sejak kapan aku tersenyum seperti ini meskipun sekujur tubuhku masih mati rasa.

Keesokan harinya.
"Kau sudah baikan Niel? Bagaimana dengan lukamu?" Senang mendengarnya dari wanita yang kusukai. Meskipun aku tahu tak ada ruang untukku dihatinya, sebagai pria.

"Iya. Ini lebih baik dari pada kemarin." Aku memutar-mutarkan lenganku menunjukkan bahwa aku baik-baik saja.

"Bagaimana dengan laporannya?" Aku tidak sempat melapor kemarin karena Lucy bilang akan melakukannya untukku.

"Tenang saja. Aku sudah menangani semuanya." Lucy tersenyum simpul kearahku. Senyumannya membuat jutaan bunga bermekaran dihatiku.

"Dimana Fina?" Pria tampan dengan wajah tatapan meneduhkan selalu memasang senyum karena sifatnya yang baik, tidak ada satu pun wanita yang tidak terpikat pesonanya ketika besetelan jas lengkap. Siapa lagi jika bukan Alby yang membawa sebuah dokumen ditangannya. Jika aku jadi wanitapun paati akan terpikat dengan kepribadiannya. Bahkan aku sudah mencium cinta pandangan pertama didiri Fina saat ini.

"Ada apa Alby?" Yang dicari muncul sendiri entah dari mana. Panjang umur, batinku dalam hati.

"Kau dari mana saja?" Tanyaku penasaran.

"Bukan urusanmu. Memangnya aku harus lapor padamu setiap kali akan pergi? Bwee.." Ada apa lagi dengan gadis ini? Apa aku berbuat kesalahan lagi padanya? Seingatku tak ada masalah tadi malam. Kadang bersikap baik kadang bersikap buas seperti perempuan pms saja. Dasar gadis aneh.. berani-beraninya meledekku.

"Aku adalah pengawasmu. Bagaimana jika terjadi sesuatu?" Kubalas kau, Bitcie. Siapa suruh kau memancing emosiku.

"Apa yang mungkin terjadi disini? Jika aku habis dari toilet memangnya kau mau ikut mengawasi? Huh.." katanya sambil mendengus kearahku. Seharusnya kau mengatakankannya dari tadi. Bukankah kita tidak harus berdebat seperti ini? Ini masih pagi Fin.

Apa kau begitu suka memulai pagimu dengan perdebatan sia-sia seperti ini? Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya.

"Hei. Sudah-sudah. Kenapa kalian jadi bertengkar?" Alby mencoba  menenangkan.

"Biarkan saja Alby. Ini hal biasa untuk sebuah pasangan.. hehe." Lucy juga, mengatakan hal yang tidak-tidak.

"TIDAk.!!" Ucap kami bersamaan.

Kenapa kau harus ikut-ikutan menyangkal, Bitchie. Bukannya aku tidak senang Fina menyangkalnya. Hanya saja dia berteriak berbarengan denganku. Bukankah orang-orang akan semakin salah paham pada kami?

Ehemmm.. Deheman menyadarkan kami.

"Fin? Charlie memanggilmu. Temuilah dia diruang menembak sekarang juga."

Great Agent and Genius Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang