~4~

27.2K 1.3K 11
                                    

Setelah kudengar baik-baik sepertinya dia pria yang menolongku malam itu. "Berapa lama aku tak sadarkan diri?" Jujur saja, untuk berbicara seperti ini dadaku sesak.

"Satu hari dua jam empat puluh lima menit tujuh detik, nona Lowenn." Jawabnya setelah duduk disampingku. Mendetail sekali?

Satu hari lebih? Selama itu?

...

Setelah 5 hari berdampingan dengan alat-alat medis merepotkan, Aku bisa bebas. Di waktu itu pula, pria yang menolongku selalu menjenguk meskipun aku tidak butuh hak seperti itu. Habisnya dia sangat menyebalkan, mulutnya tidak ada filternya.

Seperti saat ini...
Dokter bilang kondisiku jauh lebih baik, dan sudah diperbolehkan pulang. Megamati keadaan yang lengah dari pria itu aku berniat kabur.

"Kau akan pulang tanpa melihat isi file itu terlebih dulu?" Sambarnya yang baru masuk ke kamarku. Lihat, apa kubilang, "Kenapa aku butuh izin darimu?"

"Apa ada masalah jika aku melihatnya dirumah?" Tukasku singkat tak ingin meladeninya.

"Kau mungkin akan berubah pikiran jika melihatnya sekarang juga." Kini datang seorang pria lain dengan ketampanan yang memikat. Rambutnya cokelat tua dengan iris emerald menghias sempurna diwajahnya. Well, meskipun wajahnya tak setampan pria yang menjengukku setiap hari. Namun dengan senyumnya membuat siapapun yang menatap akan luluh. Dan jujur sepertinya aku tertarik padanya.

"Beginikah balasanmu pada penyelamatmu? Apakah milkmu sudah berlubang karena pria itu hingga mempengaruhi kau jadi sombong?" Tiba-tiba. Senyum yang merendahkan.

Dasar!  Lagipula apa apaan dengan pertanyaannya? Aku ingin membungkam mulutnya dengan kaos kaki busuk yang bau layaknya terasi.

Pletakk..
Sebuah jitakan tepat mengenai kepala belakangnya, itu pasti sakit sekali. Dan pelakunya adalah wanita cantik dengan rambut blondedan mata biru jernih.Aku ragu ia masih manusia, bukan sosok malaikat.

"Maaf nona, bocah ini bicaranya memang selalu seperti ini. Cepatlah minta maaf." Sekarang kepalanya dipaksa untuk menunduk paksa. Ia tersenyum lembut kearahku dan berdiri di samping pria manik emerald.

"Hei. Kenapa aku harus minta maaf. Dan lagi jangan sebut aku bocah.. aku sudah besar, tahu." Meski terkesan kesal, tak bisa di pungkiri bahwa garis merah muda mengiasi beberapa titik lemah di wajahnya.

Ah,, Aku mencium bau-bau percintaan disini.

"Ayolah kalian berdua. Bisakah lebih tenang? Ini dirumah sakit. Kalian mengganggu pasien lain." Giliran pria satunya angkat bicara melerai tingkah dua gender itu. Keduanya terdiam, terutama si wanita yang bersembunyi dibelakang punggungnya.

Meskipun aku sebenarnya tak tertarik dengan pembicaran ketiga orang itu. Aku juga sudah penasaran dengan isinya. Apa salahnya jika melihatnya sekarang, pikirku.

Usaha pria emerald membuahkan hasill usai membujukku berulang kali. Aku dibuat luluh dengan ekspresi memohon miliknya yang menggemaskan.

"Baiklah." Kuserahkan flashdiak dalam genggamanku.

"Hebat.. Memang Albert adalah jagoannya dalam merayu. Tiba saja giliranku pasti akan ditolak. The king.." Entah kenapa sepertinya ada nada sindiran dalam pengucapannya meskipun hanya bercanda. Aku memberikan death glare kearahnya dan ditanggapi acuh.

"Niel. Kau harus banyak berlatih dari Alby.." sahut wanita berambut pirang itu mengejek. Lagi dan lagi pertengkaran kecil ini dihentikan Albert.

Rasanya aku ingin memuntahkan makan siangku begitu aku melihat rekaman itu. Mereka juga  terkejut begitu melihatnya.

"Dasar biadap."

Great Agent and Genius Girl ✔Where stories live. Discover now