4. Pedekate

46 4 0
                                    

"gara gara semalam dengerin Indira curhat, gue jadi telat gini, untungnya tepat banget jam 7 sebelum gerbang di tutup" Rara mengingat Indira yang curhat tentang pacar nya sampai jam 11 malam, karena mereka sedang ribut, mau gak mau Rara harus mendengarkan cerita sahabatnya satu itu.

"Buruan Ra, ke lapangan" ajak Vanya, seperti biasa hari Senin adalah hari wajib upacara, kelas sudah ber-angsur sepi kecuali Adit, yang memang jarang sekali ikut upacara, Jika ada yang periksa ke kelas dia sih santai aja, keponakan kepsek gitu deh.

"Duluan aja nyak, gue nyusul bentar lagi, gue pake' dasi dulu" suruhnya pada Vanya, dengan tangan sibuk memasang dasi yang memang selalu baru dia gunakan di sekolah.

"Lah, topi gue mana?!" Rara membongkar tas ranselnya, sambil mengingat-ingat dimana dia meletakkan-nya. "Astaga, ketinggalan" setelah dia berhasil mengingat ketika memakai sepatu di teras, yang dia ambil hanya roti, dan topinya tertinggal di teras rumah.

Rara mulai bingung di barengi dengan rasa cemas, sejak tadi mondar mandir sambil sesekali melihat ke luar melalui jendela memastikan tidak ada yang melihatnya di dalam kelas.

"Ngapain lu?" tanya Aditya, yang sedari tadi memperhatikan Rara mondar mandir sudah seperti setrikaan.

"Itu... Gue lupa bawa topi hehe" jawab Rara gelagapan mencoba tetap tersenyum untuk menutupi rasa cemasnya.

Tiba-tiba Aditya berjalan dengan langkah cepat menghampiri rara lalu menariknya kesudut kelas, membuat Rara terduduk di lantai.

"Adit apaan sih lu!!" Rara berontak tidak terima dengan perlakuan Adit.

Tapi tidak ada jawaban dari Adit, yang ada Adit membungkam mulut Rara dengan sebelah tangannya.

"Pagi pak amiinnn" teriak Adit ketika seseorang membuka pintu kelas yang sejak tadi tertutup.

"Lagi-lagi gak ikut upacara kamu?" pak Amin adalah salah satu guru kimia di SMA Negeri 53.

Rara langsung bungkam, mengerti kenapa Adit menutup mulutnya, dan menarik Rara ke sudut kelas, agar tidak terlihat saat pak Amin mengecek kelas satu persatu.

"Ngantuk pak...hoooaaamm" jawab Adit singkat dengan ekspresi layaknya orang sedang menguap pada pak Amin yang masih berdiri di ambang pintu kelas.

Tak butuh waktu lama Pak Amin pun meninggalkan kelas dan menutup kembali pintu kelas.

"Aww, sial" Aditya meringis ketika merasakan pinggangnya di cubit.

"Lu gak bisa ngomong baik-baik? Gak usah pake' narik-narik gue, kayak narik anak kucing gitu!!" Bentak Rara dengan cibiran.

"Lu di tolongin bukannya makasih, malah ngomel, dasar nenek lampir!" ejek Adit

Rara pun melangkahkan kakinya untuk kembali menuju ke mejanya yang berada di barisan paling depan dekat pintu masuk kelas. Tapi belum sempat menjauh, Aditya menahan tangannya, dan menariknya lagi.

"Duduk diam disini, lu mau ketahuan!" Adit menarik tangan Rara membuat Rara duduk di kursi yang ada di sebelahnya.

"Jangan berisik, gue mau tidur" lanjut Adit lagi.

Sudah 20 menit berlalu, Aditya masih tertidur, Rara sesekali melirik Adit yang sedang tidur.

"Fuiih... Orang aneh" ejek Rara sambil memperhatikan Aditya yang sedang tidur dengan wajah yang dia benamkan ke kedua tangan yang dia lipat di atas meja.

"Nenek lampir" balas Adit

"Lo gak tidur?" Rara kaget ketika mendengar Adit mengejeknya.

"Tadinya gue tidur, tapi suara cempreng lu itu bikin telinga gue sakit" Adit mengangkat kepalanya.

SATU NAMA, SEBUAH CERITAWhere stories live. Discover now