36. Yang Terdalam

33 2 0
                                    

Rara mengambil sobekan kertas yang di berikan vanya padanya ketika rara baru tiba di dalam kelas. membuat rara heran, kemudian membaca tulisan yang ada di kertas tersebut.

"MAAFIN KITA YA, UDAH DIEMIN LO"

Senyumannya mengembang, melirik ke arah vanya yang juga sudah meliriknya.

"Harus ya minta maaf pake tulisan" ejek rara

"Maaf" ujar vanya kemudian memeluk rara dengan muka sendu.

"Haha.. kenapa lo nangis, gpp" ledek rara lagi sambil cekikikan.

"Gue,cici, indira kangen ngobrol sama lo" ujar vanya yang sudah menghapus air matanya.

"Nanti kita kumpul di kantin kayak biasa ya" ajak vanya.

"Oke" rara mengedipkan sebelah matanya.

"Oh ya, gue mau kasih tau lo sesuatu tentang Adit" celoteh vanya.

"Adit kenapa?" Rara penasaran.

"Sebenernya Adit itu __"

"Adit itu apa? Pagi-pagi udah ngomongin orang lo ya" adit yang baru masuk ke pintu kelas memotong perkataan vanya.

"Ayo lanjutin, adit itu apa?" Adit menatapi vanya.

"Adit itu.... Playboy" Vanya tampak berpikir sebelum benar-benar mengatakannya.

"Gue udah lama tau, gue kira ada yang penting" rara memutar matanya ke arah lain.

"Tuh rara udah tau, mau ngomong apalagi?" Ujar adit yang masih menatapi vanya dengan sorotan mata yang berbeda.

"Kenapa kalian berdua? Liat-liatan gitu? Aneh" rara heran melihat sikap kedua orang itu.

"Hehe...gpp" Vanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Udah sana lo, ngapain masih berdiri disini" usir rara pada adit yang masih berdiri di depan mejanya.

Kemudian adit mengedipkan sebelah matanya pada vanya. Rara hanya mengerutkan dahi melihat kedua orang itu.

"Ada yang mau lo bilang lagi?" Tanya rara pada vanya yang kini memukul kecil kepala -nya.

"Hah? Gak...gak ada" jawab vanya kikuk.

Flashback

Hari ke.5 berada di kelas baru, membuat rara sedikit demi sedikit mengenal teman teman kelasnya.

"Tali sepatu lo" seseorang menunjuk tali sepatu rara yang tidak terikat, ketika rara mendapat tugas piket harian.

"Hemm?" Rara melihat ke arah sepatunya, yang memang sudah tidak terikat.

"Makasih, aurora" rara berterima kasih sambil mengulurkan tangan memperkenal- kan diri pada lelaki itu.

"Adit" jawabnya tanpa membalas uluran tangan rara.

Rara menarik kembali uluran tangannya "sok banget.." umpat rara. "Parfum ini rasanya udah gak asing" rara menyesap bau parfum yang terbawa hembusan angin. Tentu saja parfum dari baju adit, karena hanya ada mereka berdua di dalam kelas. "Tapi dimana?" Rara mencoba mengingat tapi tak ada yang diingatnya.

SATU NAMA, SEBUAH CERITAWhere stories live. Discover now