Fathiya - 19 - Umpatan yang Menyambar

Start from the beginning
                                    

Fathiya sedikit kesulitan mengikuti ritme gerakan Lintang yang seolah sudah otomatis tanpa perlu berpikir. Tangannya bergerak-gerak memisahkan mi, mengeluarkan bahan baku dari kulkas, dan mulai mempersiapkan segalanya.

Hampir pukul tujuh, pegawai pertama datang dan langsung disusul empat lainnya. Seolah sudah mengerti apa yang harus dilakukan, tiga orang langsung membersihkan ruangan. Sementara dua lainnya berkutat di dapur.

"Kapulaganya jangan kebanyakan! Kan sudah aku bilang, motong jamurnya jangan terlalu kecil."

Fathiya terdiam melihat Lintang ternyata cukup perfeksionis dalam bekerja. Ada saja yang dikeluhkan pada pegawainya. Namun, tak tampak pegawainya protes atau berwajah masam. Mereka mendengarkan semua komplain Lintang dengan saksama. Wajar jika rasa mi di kedai ini sangat enak dengan ketelitian proses yang begini detail.

Fathiya memilih membantu membersihkan kedai alih-alih memasak. Meski beberapa pegawai melarangnya, tapi wanita itu cukup keras kepala.

"Fath," sebuah suara lembut memanggil. Lintang sudah berdiri gagah di belakangnya. "Bentar lagi jam makan siang. Habis break Zuhur, biasanya kedai akan penuh oleh orang-orang kantor yang makan siang. Kamu naik aja beristirahat di kamar. Aku takut kamu kecapaian."

"Enggak mau!" Fathiya menggeleng cepat. "Justru aku ada untuk bantuin saat jam sibuk, kan? Kalau pas sibuk malah kabur, buat apa ke sini?"

Tatapan Lintang meredup. Ada haru menyeruak tanpa ragu. Fathiya benar-benar berjuang menjadi istri yang berbakti. Namun, hati kecil pria itu merasa nyeri. Bagaimana caranya agar Fathiya mampu melupakan Raka? Pria bejat yang telah membuat senyum di wajah Fathiya lebih sering terselimut kabut.

 Bagaimana caranya agar Fathiya mampu melupakan Raka? Pria bejat yang telah membuat senyum di wajah Fathiya lebih sering terselimut kabut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sama seperti biasa, begitu azan berkumandang, papan ISTIRAHAT UNTUK SALAT dikeluarkan. Semua pegawai langsung berduyun ke musala. Hal itu adalah sesuatu yang sejak awal membuat Fathiya terkagum-kagum.

Lintang mungkin bukan seorang ustadz yang hafal begitu banyak surat atau hadist. Akan tetapi, usaha pria itu untuk menjaga pegawainya salat tepat waktu dan mewajibkan setiap pegawai muslimahnya berhijab patut diacungi jempol.

"A-aku bantu mengantar pesanan aja, ya, Kak." Fathiya tak yakin mampu mengimbangi dua koki yang begitu gesit meracik bumbu. Toh, Rahmi sudah bekerja di dapur untuk membantu. Mertuanya jauh lebih lihai dan cekatan meramu menu.

Lintang mengangguk. "Tapi kamu hati-hati, ya! Kuahnya panas sekali."

Fathiya mengangguk mantap.

Sesuai dugaan Lintang, seluruh kursi di kedai langsung penuh. Jajaran sopir ojek daring pun sudah mengular di luar. Fathiya bolak-balik menulis pesanan, mencatat nomor meja dan menyerahkannya ke dapur.

Saat lonceng tanda pesanan telah siap terdengar, Fathiya bergegas ke arah dapur dan mengambil nampan berisi dua atau tiga mangkuk mi. Senyum tipis terkembang di wajahnya. Dia tak boleh terlihat masam saat melayani tamu.

Fathiya x Labuhan Hati Antara Kau dan DiaWhere stories live. Discover now