Fathiya - 17 - Planet Bekasi

Start from the beginning
                                    

Fajar turut mengerutkan alis. "Lalu pekerjaanmu?"

"Fath akan resign. Hari ini bisa mulai mengajukan surat pengunduran diri." Wanita itu tersenyum tipis ke arah papanya. "Mungkin paling cepat minggu depan sudah bisa berhenti. Aku bisa ajukan Dafina sebagai penggantiku. Dia sangat kompeten."

"Nak Fath, kalau memang menyukai pekerjaanmu, tidak perlu berhenti. Ibu kaga apa-apa. Orang yang biasa kerja, tiba-tiba berhenti, pasti berat." Rahmi terlihat khawatir.

Wajah Tanti merah padam. Dirinya sungguh tak menyangka keinginannya untuk menahan Fathiya pergi, ternyata berbelok ke arah yang tak diinginkan. Sebenarnya, dia hanya mencari alasan saja. Toh, dia mengizinkan Fathiya kos di tempat yang tidak begitu mewah, tapi bersih dan nyaman.

Tanti punya agenda lain agar Fathiya tetap di dekatnya. Mengendalikan putri tunggalnya seperti biasa, agar dia pun bisa mengendalikan Lintang melalui Fathiya.

Karena itu, Tanti tak mungkin mengizinkan Lintang membawa Fathiya pergi. Dirinya tak akan bisa mengawasi gerak-gerik putrinya lagi. Dia bisa kecolongan seperti dulu, ketika Fathiya membuang semua barang pemberian Raka di kos. Bahkan sekarang, tiba-tiba anaknya menjalin hubungan dengan pria miskin!

Jika itu terjadi, rencananya bisa gagal total! Tanti harus bersabar. Sebentar lagi semua masalah ini akan selesai. Fathiya akan mendapatkan apa yang paling pantas untuknya.

"Terserahlah! Pokoknya Fathiya harus tinggal di rumah ini!" Tanti mendengkus dan bersedekap.

Fajar hanya tersenyum tipis sedikit lega kala berharap istrinya sudah lebih tenang.

Perbincangan panas pagi hari itu akhirnya berakhir. Fathiya langsung kembali naik ke atas. Kelelahan itu semakin bertambah-tambah. Bukan hanya fisik, tapi juga jiwanya. Kelelahan setiap dia berada dekat dengan Tanti. Wanita paruh baya itu seolah menyerap semua rasa bahagia dan semangat yang ada di sekitar Fathiya. Wanita itu terduduk lunglai di tepi kasur.

"Ayang nggak apa-apa?"

Suara rendah penuh kekhawatiran menyentak Fathiya. Ia mendongak lalu menggeleng pelan. "Maafin Mama, ya." Suaranya terdengar serak.

"Hei ...." Lintang menyeret kursi kerja beroda mendekat dan duduk di hadapan Fathiya. "Bukankah sudah pernah Abang bilang, Ayang nggak usah minta maaf untuk Mama? Ayang kan nggak salah apa-apa."

Fathiya hanya bisa mengembuskan napas berat. Jemarinya kembali memainkan bros dagu sembari menunduk. "Aku ngebayangin kalau Abang kerja di Depok, tapi harus tinggal di Bekasi itu kan ..."

"Kayak harus terbang antarplanet?" potong Lintang sembari tersenyum.

Mau tak mau Fathiya ikut tersenyum tipis.

"Enggak apa-apa. Nanti Abang bisa siapin bahan-bahan dari sini. Pas di Depok udah beres." Lintang berusaha terdengar baik-baik saja meski sesungguhnya dia sangat khawatir tentang jam berapa ia harus berangkat dan bangun untuk bersiap-siap. Apalagi dengan kota yang dikenal dengan kemacetannya brutalnya itu.

"Ta-tapi ...."

"Minggu depan, InsyaAllah Abang akan pindah ke sini," potong Lintang. "Sampai saat itu tiba, bersabar, ya, LDM-an sama Abang."

Fathiya terdiam mencerna semua kata-kata Lintang. Namun, belum sempat ia mengerti, pria itu sudah tertawa lepas.

"Muka Ayang lucu. Bengong nggak jelas," ujarnya di tengah-tengah tawa.

"Iih ... Bang Lintang!"

Tawa itu menghilang berganti senyum tipis yang teduh. "Nggak usah khawatir, ya! Yang penting Mama tenang."

Fathiya x Labuhan Hati Antara Kau dan DiaWhere stories live. Discover now