So Hyun masih kesal. Sangat kesal. Namun, bukan pada Song Kang. Melainkan pada dirinya sendiri. Usahanya untuk memaklumi dunia Song Kang, nyatanya sangat sulit. So Hyun ingin mengerti bahwa hal-hal seperti ini pasti akan terjadi, tetap saja dongkol yang bertumpuk di dadanya tak lekas memudar.
Menyambar tas ranselnya, wanita berambut panjang itu bergegas pergi kerja. Reminder dari ponselnya memberikan notifikasi beberapa pekerjaan yang tertunda. Belum lagi janji dengan Sutradara Hwang untuk survei lokasi syuting bulan depan. Bisa dipastikan schedule hari ini sangat padat. Tidak ada waktu untuk memikirkan hubungannya dengan Song Kang. Yang pasti, kekasihnya itu jauh lebih sibuk darinya.
Lift pun tiba di lantai dasar. Dengan langkah yang terkesan malas, So Hyun perlahan menuruni anak tangga dengan kepala yang tertunduk. Satu per satu melangkah dan membawanya keluar dari bangunan berlantai sepuluh itu.
Kakinya berhenti, seiring pandangannya terkunci pada sepasang sepatu di depannya.
"Akhirnya aku berhasil menemukanmu."
Leher So Hyun menegak. Pupil matanya membesar. Kentara tidak menyangka dengan kedatangan sosok yang berdiri di depannya itu.
Song Kang. Benar! Siapa yang mengira pemilik mobil sport yang diintip So Hyun sepuluh menit lalu, ternyata kembali. Berdiri dengan senyum polos tanpa tanda bersalah, kontras dengan respon lawan bicaranya.
"Hyun-ah!"
Pria berbahu lebar itu menahan langkah So Hyun yang hampir berhasil melewatinya. Seperti dugaan, So Hyun tampak marah.
"Biarkan aku yang mengantarkanmu. Lagi pula di luar sangat dingin." Memasang wajah memelas, Song Kang berusaha meluluhkan So Hyun.
Dulu, cara ini selalu berhasil. Entahlah kalau sekarang.
"Lepaskan dia!"
Pandangan Song Kang terganggu sesaat ada tangan lain menyela waktunya. Ah, menyela genggaman tangannya yang kini terlepas.
Dia, pria yang sama, yang dikenali Song Kang selalu membuntuti kekasihnya. Pria yang pernah membawakan makanan untuk So Hyun saat larut malam. Dia ... pria yang menyebalkan.
"Seungyoun-ah!" So Hyun memegang lengan Cho Seungyoun yang juga tak diundang pagi ini. Dibandingkan menenangkan Song Kang, ia—So Hyun—lebih mudah berbicara dengan Seungyoun.
"Kau baik-baik saja?" Seungyoun menyentuh wajah So Hyun yang terlihat agak pucat.
Sementara, ada Song Kang ditinggalkan menjadi penonton. Perannya sebagai kekasih diambil alih oleh lelaki bermata kecil yang menyentuh So Hyun tanpa menghargai keberadaannya.
"Yak!" Song Kang menarik kerja baju Seungyoun. Menyorot tajam pada pria Cho yang tampak tenang.
"Hentikan, Song Kang!" So Hyun hadir menyela. Tangannya tak cukup kuat melerai tenaga dua pria yang sama-sama enggan mengalah.
"Aku menyukai Sohyun."
Buk!
Satu pukulan tepat di rahang kiri dilayangkan Song Kang. Membuat pria Cho itu terjatuh dengan sudut bibirnya yang turut terluka.
"Jangan berani mendekatinya lagi!" Peringatan keras dilontarkan seiring pria Song itu menarik tangan So Hyun.
Seungyoun berdecak singkat, lalu memaksa senyum getir terpasang di wajahnya.
Sementara So Hyun memerhatikan Seungyoun yang masih terduduk di lantai. Rungunya seakan mati rasa. Benarkah yang barusan tadi ia dengar?
**
Pria Cho itu mendongak setelah di atas mejanya diletakkan plester bermotif polkadot.
"Dasar, Bodoh!"
Pukulan itu sepertinya tidak terlalu kuat, buktinya Seungyoun masih bisa menyengir meski perih rasanya saat berusaha mengembangkan senyum. Namun, mendapati So Hyun masih peduli padanya, rasa sakit itu tidak sesakit sebelumnya.
"Yak! Bersikaplah baik pada orang sakit!"
So Hyun menarik kursi yang terletak di samping meja pria Cho itu. Beberapa detik ia menatap wajah rekan kerjanya itu yang sempat membuat heboh beberapa pegawai wanita. Seungyoun, Si Pecinta Damai, rasanya tidak akan ada yang percaya kalau dia berkelahi dengan Song Kang, si model terkenal. Apa lagi kalau mereka tahu bahwa itu terjadi karena So Hyun, wanita biasa yang belum diangkat menjadi pekerja tetap. Bukan tidak mungkin So Hyun jadi bahan rundungan.
"Sini! Aku bantu."
So Hyun menyita paksa perekat yang tadinya akan dipasang sendiri oleh Seungyoun.
Sikap peduli yang tersamarkan dengan sikap dinginnya, membuat Seungyoun tersenyum geli. Apalagi dengan jarak sedekat ini, ia bisa menikmati wajah tirus itu untuknya sendiri.
"Berhentilah tersenyum, Seungyoun-ah. Kau menakutiku!" cela So Hyun dingin, "selesai!" Bersamaan perekat bermotif feminin itu terpasang baik di dekat sudut bibir Seungyoun.
"Cih ... kau ini! Tidak manis sama sekali!" sahut Seungyoun mengerucutkan bibir.
Sejenak keduanya berhenti berbicara. Membiarkan canggung menyela di antara waktu yang bersela. Padahal sebelumnya tidak pernah begini. Namun, semuanya jadi berbeda setelah So Hyun mendengar isi hati Seungyoun.
"Seungyoun-ah."
Kedua alis Seungyoun terangkat bersamaan. Agak lega karena gadis Kim itu masih mau membuka percakapan lain dengannya.
"Mulai hari ini, kau bisa berhenti untuk peduli padaku."
Bila tahu semuanya akan seperti ini, rasanya So Hyun memilih untuk lekas memaafkan Song Kang dibandingkan harus berkata jujur dengan Seungyoun. Dengan begitu ia tak akan terlalu terluka seperti sekarang. Tidak juga harus melukai Seungyoun.
***
To be continued
YOU ARE READING
ORACLE (END)
FanfictionKeberuntungan dan nasib buruk, benarkah bisa ditentukan dari sebuah ramalan? Apa keberuntungan lebih utama ketimbang cinta? "Bukankah semua ini karena ramalan? Jadi, buat apa berjuang?" "Kalau tidak ada ramalan, apa mungkin aku memiliki keberanian...
ORACLE - 14
Start from the beginning
