Zero Chemistry? (4)

20.2K 4.1K 268
                                    

Selamat malam.

Apa kabar?

Enjoy
*
*
*

Galih

Ditelfon nggak ngangkat. Di-WA nggak bales. Video call apa lagi. Cari ribut itu namanya.

Padahal demi apapun, gue nggak bermaksud apalagi sengaja nyium Kikan. Gue sangat menghormati dia sebagai cewek baik-baik. Gue akan dengan senang hati melakukan itu setelah tahu perasaan gue terbalas dan tentu saja dapat approve dari yang punya bibir.

It doesn't mean that I hate her lips. Hell, walaupun cuma mungkin kurang dari tiga detik, tapi gue rasanya senang dan excited banget.

Padahal waktu itu gue cuma mau ngegodain Kikan dengan memasang tampang sok imut. You know, ngerucutin bibir sambil memajukan muka gue. Mana gue tahu dia bakal muter kepala ke kiri.

Dia nggak nampar gue. Dia nggak ngomel kayak yang selama ini dia lakuin setiap gue jailin dia. Dia juga nggak nangis atau ngadu ke abangnya.

Kedua matanya melotot, dia menjauhkan wajah, terus nutupin bibirnya pakai punggung tangan kanan, lalu lari ke kamar tamu di rumah Fachri dan nggak keluar dari kamar tersebut sampai gue memutuskan untuk balik ke rumah.

"Gelisah banget," ucap Fachri datar setelah gue bolak-balik ngecek hp.

Mungkin kalau dia tahu asal muasalnya, mukanya nggak akan se-expressionless sekarang.

"Nunggu balesan chat dari cewek," gue berusaha menjadi Galih yang normal, menjawab dengan santai.

Fachri menganggukkan kepala. "Erin, ya?"

Gue menggeleng. "We're just friends. Gue suka sama cewek lain. Udah lama sih."

"Oh ya?"

Kalau bukan karena bukti kedewasaannya muncul dalam bentuk seorang bayi bernama Raihan, gue pasti bakal mikir Fachri masih anak SMP yang belum mimpi basah.

Terlalu polos dan nggak peka.

"Semoga berhasil."

Amin. Adek lo nih yang mau gue gebet.

"Kecewa dong Nyokap. Padahal dia semangat banget ngejodohin lo sama Erin. Kemarin sebelum pulang dia masih aja ngobrolin itu," lanjut Fachri.

Mari kita tes.

"Nyokap lo perhatian banget sama gue. Nggak mau jadiin gue menantu aja?"

Kening Fachri berkerut. "Yang bener aja. Sama Kikan maksud lo?"

"Ya masa sama Kak Eka. Jadi perebut bini orang dong gue."

"Lucu," itu saja komentarnya, Saudara-Saudara.

Gue cengengesan, berusaha nutupin kegelisahan gue.

"Lagian Nyokap emang suka ngejodoh-jodohin orang, Lih."

Baiklah. Ngirim kode ke kanebo kering-eits, gue dapet istilah itu dari istrinya Fachri sendiri-emang cuma buang-buang waktu. Dia nggak akan paham.

"Kikan masih nginep di rumah lo?" tanya gue sambil mengaduk-aduk bubur kacang ijo.

"Begitu Bokap Nyokap pulang ke Medan, dia balik ke kost. Lebih gampang juga kan ngurus skripsi," jawab Fachri.

Gue mengangguk-anggukkan kepala. "Kayaknya si Mirza-Mirza itu demen sama adek lo, Ri."

"Mungkin."

"Lo nggak khawatir gitu?"

Fachri mengedikkan bahu. "Khawatir nggak khawatir sih. Tapi gue yakin Kikan bisa jaga diri."

Mission : Discovering LoveWhere stories live. Discover now