Buku Tahunan (1)

29K 3.7K 465
                                    

Ditunggu votes dan komennya, ya.

Enjoy
*
*
*

Jovita

Banyak hal yang membuat dua orang manusia akhirnya bisa akrab dan bersahabat. Misalnya, punya interest yang sama, punya fashion sense yang sama, atau punya mind set yang sama.

Begitu juga dengan aku dan La Nina-aku sih manggil dia Lala, sementara anak-anak di kelas manggilnya Nina. Kami sama-sama menyukai industri kreatif. Lala punya passion di bidang advertising-itu sebabnya dia akan mengambil jurusan itu begitu lulus SMA-sementara aku sangat tertarik dengan media.

Selain itu, aku dan Lala juga sama-sama suka pakai kaos dan jins instead of skirt or dress. Kami sama-sama suka pakai ransel dan juga sneakers. Bedanya, Lala membiarkan rambutnya yang sebahu tergerai sementara aku suka mengikat rambut panjangku ala pony tail.

Kami juga jarang beda pendapat dalam memandang suatu hal. Misalnya dalam ber-social media. Aku dan Lala sama-sama percaya bahwa semakin bijak seseorang di Instastory atau postingan-nya, maka semakin messed up lah sebenarnya hidupnya.

Aku dan Lala teman sekelas sejak SD hingga kini kami duduk di kelas III SMA. Teman-teman bilang, aku dan Lala itu kayak Leonardo Di Caprio dan Toby Maguire versi cewek.

Memasuki kelas III SMA, kami tentu saja disibukkan dengan persiapan untuk masuk perguruan tinggi, ujian nasional, prom night, dan tentu saja buku tahunan.

Deadline pengumpulan file buku tahunan per kelas sudah semakin dekat sementara kelasku belum menemukan tema yang absolut.

"Besok kita rapat soal tema buku tahunan untuk kelas ini," Kenneth sang ketua kelas berkata. "Gue harap masing-masing dari kita bisa kasih ide. Toh kalau tema kita oke kan kita juga yang bangga."

"Kalau nggak ada ide?" tanya Jeje yang anaknya emang pasrahan banget.

Kenneth menatapnya malas. "Makanya gue kasih waktu sampai besok. Main Pubg aja bisa sampai berjam-jam masa mikirin tema buku tahunan lo nggak bisa."

Setelah mengatakan itu, Kenneth langsung mengambil ransel dan keluar meninggalkan kelas.

Cool banget. Mirip Alex Pettyfer di Wild Child.

"Biasa aja ngeliatin Kenneth-nya," Lala menggodaku.

Pipiku panas. "Apaan sih, La. Sotoy banget."

Lala tersenyum mengejek lalu membereskan alat-alat tulisnya.

"Ke bimbel bareng gue?" tawarku yang hari ini menyetir karena supir rumah sedang sakit.

Lala menunjuk seorang cowok yang terduduk lemas dengan kepala ditumpukan pada meja. "Si El nggak enak badan. Gue mesti ngurusin si kebo. Kayaknya gue izin bimbel hari ini."

"Biarin pulang sendiri sih. Kan dijemput supir," balasku.

"Nggak bisa. Dia udah nelfon eyang gue, ngeluh kepalanya pusing dan badannya panas. Lo ngerti lah."

El Nino adalah kembaran sahabatku, Lala. Selain wajah yang mirip, nggak ada lagi kesamaan yang bisa ditemukan dari mereka.

Dia anak mami, cucu eyang, dan sangat super manja pada Lala. Biasanya cewek yang bergantung banget sama saudara laki-lakinya, lah ini malah kebalikannya.

Sebenarnya aku sudah gemas banget melihat kebergantungan El ke Lala, tapi ya siapa aku yang ngatur-ngatur.

Dasar anak mami cucu eyang! Sakit dikit nelfon Tante Ajeng atau eyangnya. PR-nya ketinggalan langsung telfon orang rumah. Kalau nggak dikabulin Om Gandi, bakal langsung ngadu ke kakek neneknya yang tinggal tepat di belakang rumah mereka.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang