Tanya Hati (3)

23.7K 4.7K 186
                                    

Yang masih belum tidur, kupersembahkan chapter ini untuk kalian.

Enjoy
*
*
*

Gileeee bener. Nggak ngerti lagi gimana cara mendeskripsikan rumah ini.

Semi-olympic swimmping pool, gazebo, rustic vibe, modern utensils.

Aku setuju sama Nana. Ajeng cewek paling beruntung sedunia tahun ini.

"Fresh juice, everyone," seru Ajeng yang berjalan dengan nampan berisi jus dan potongan buah-buah segar.

Aku dan Nana berenang menuju tepi kolam. Nana langsung menyeruput jusnya. "Thank you so much. Gila bener nih rumah. Sumpah ya gue jadi norak abis."

"Emang," sahutku lalu mendapat jitakan kepala dari si bumil.

Di sabtu pagi yang ceria ini, Ajeng mengajak kami main ke rumah barunya. Robi katanya sih nyusul.

"Pengen deh jadi Ajeng sehari aja," sambung Nana. "Lah gue rumah masih ngontrak, cicilan mobil belum lunas, honeymoon juga patungan sama suami."

"Disyukurin dong. Masih untung punya suami. Lah gue," balasku kesal.

Ajeng masuk ke kolam renang lalu memelukku dari kiri dan Nana memelukku dari kanan. Senyumku mengembang.

"Gue nikah seminggu setelah umur gue 30 tahun loh, Eve," Ajeng menyemangatiku. "And it took tears and heartbreak to finally be here."

Nana mengangguk semangat. "Cuma masalah waktu aja. Lo pasti akan dapat cowok terbaik. Ya kalau se-perfect Gandi emang agak berat, sih."

Gantian aku yang menoyor kepalanya. Nana mengeluh kesakitan.

"Lah kan gue bener. Makanya waktu mereka putus, gue ikutan stres. Laki gue sampai heran. Terus gue cerita dong sama dia kronologisnya. Terus dia ikutan kepikiran."

"Pantes lo berdua jodoh," Ajeng mendengus kemudian tersenyum malu. "Udah ah. Malu nih gue memgingat-ingat aib masa lalu."

"Mestinya waktu si Ajeng nggak mau diajakin ke Inggris, lo menawarkan diri, Eve. Gandi kan suka khilaf sama cewek bening," canda Nana.

Ajeng menarik rambut Nana. Aku tertawa melihat tingkah mereka. Yang waras lebih baik tutup mulut.

"Jadi gimana? Lo udah nentuin pilihan?" Nana mengikutku.

"Emang gue punya pilihan?" balasku malas.

"Jelas dong. Pilihannya dua. Perjuangin cinta lo buat si Vino yang nggak peka-peka itu dan ninggalin si baik Marco, atau biarin si Vino jadi bujang lapuk dan lo terima Marco dengan lapang dada," kata Nana.

"Gue setuju sama Nana. Lo nggak bisa terus-terusan gini, Eve. Kasian Marco. Kalau lo emang nggak suka sama dia sama sekali, you better let him go. Supaya dia juga bisa cari yang lain. Dia juga mau settle down kali," tambah Ajeng.

Aku menghela nafas. Semuanya jadi semakin berat.

"I hate to say this karena ujung-ujungnya balik ke sini lagi. Tapi usia lo, Vino, dan Marco bukan lagi usia untuk trial and error," jelas Nana sambil mengelus bahuku.

"I know."

"Ya kalau gitu tegas dan istiqomah, dong. Marco kurang apa sih, Eve? Dia sopan, punya kerjaan yang bagus juga, dari keluarga baik-baik. Yang paling penting, dia sayang sama lo," lanjut Nana lagi.

"Tapi kalau lo emang demennya sama Pak Vino seorang, ya silakan. Kalau lo pepet maksimal juga gue yakin dia lama-lama tertarik sama lo," ujar Ajeng.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang