Tanya Hati (4)

24.2K 5.2K 710
                                    

Ditunggu vomments-nya. Biar updatenya makin rajin xixixi

Enjoy
*
*
*

"Kamu ceria banget," ucap Marco saat kami sedang berada di kedai kopi dekat kantor.

Kami ketemu di lobby dan Marco ngajakin aku untuk menemani dia ngopi dan sarapan.

Marco tanpa kopi pagi bagai sayur tanpa garam. He said that.

"Bagus, dong," jawabku sambil tersenyum lebar.

Marco menyesap kopinya, lalu menatapku lama. Pasti sedang berusaha baca pikiran aku.

"Stop doing that," aku menutup matanya.

Marco tertawa kecil. "Doing what?"

"Reading my mind through your eyes. Ngaku deh. Kamu ini punya indra keenam, kan? Atau mentalist? Oh, atau jangan-jangan kamu indigo?"

"Wangi banget tangannya," ucapnya nggak nyambung. "Pake hand cream merk apa, Kak?"

Aku langsung menjauhkan tangan yang kugunakan untuk menutup matanya, kemudian mendengus kesal.

Senyum geli Marco masih belum hilang. Aku mencubit kecil kulit tangannya. Dia kesakitan.

"Rasain. Makanya jangan iseng," omelku.

"KDHTS nih. Nggak bisa dituntut ke pengadilan sayangnya," dia mengusap-usap tangannya yang kucubit.

"Apa tuh?"

"Kekerasan Dalam Hubungan Tanpa Status," jawabnya lalu mengunyah donat sambil menaik-naikkan alis.

Nyindir nih. Nyindir pasti. Nyindir banget!

Aku sampai nggak tahu mau merespon gimana.

"Nggak usah dipikirin," katanya tiba-tiba setelah hening cukup lama.

Kutatap jam di pergelangan tanganku. Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum masuk kantor. Mungkin sekarang waktu yang tepat untuk bertanya.

"Mau nanya apa?" tanyanya bikin kedua mataku terbelalak.

"Kaaaan. Kamu tuh beneran bisa baca-"

"Kamu yang terlalu gampang buat dibaca," dia memotong ucapanku.

Oke. Waktu terus bergulir. "Malam minggu kemarin, aku jalan sama Pak Vino."

"I knew it."

"How come?"

"You're under my surveillance," dia tersenyum miring.

"Please deh. Jawab yang serius," aku mendesaknya.

Marco menandaskan kopinya, lalu menatapku. "Aku tanya Nana. Soalnya kamu nggak bales-bales WA aku. Kata Nana kamu dapet urgent call dari Vino. Then, I just jumped into a conclusion."

Tiba-tiba saja aku merasa bersalah. Padahal Marco mengatakannya dengan santai. I mean, he doesn't seem pissed off at all. Cuma ya gitu deh.

"Were you, no, are you mad at me?" tanyaku pelan.

"Why would I be? Aku siapa kamu," balasnya lebih santai lagi.

Aku menghela nafas. Nah, kalau begini baru keliatan dan kedengaran kesalnya.

"Sebenernya, Eve," kata Marco kemudian, "dengan kamu tanya perasaanku setelah tahu kamu jalan sama Vino, itu artinya kamu mempertimbangkan aku loh. Ngerasa nggak sih?"

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang