~1~

105K 3.7K 78
                                    

Fina pov.

Namaku Safina Lowenn puteri dari Sofie Lowenn.

Mama selalu bilang jika sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Berlebihan yang Aku maksud mencakup tentang segalanya. Semua, baik yang berbentuk fisik maupun non fisik.
Terutama "Kecerdasan".

Aku tidak tahu kenapa mama bilang begitu padahal setahu ku kalau orang pintar itu pasti hidupnya bakal enak. Katanya itu bisa membawa bencana pada diriku sendiri. Ini sebabnya Mama selalu bilang padaku untuk tidak terlalu memperlihatkan kecerdasanku.

Yah, memang otakku ini terbilang diatas-rata. Saat anak lain sibuk bermain dengan boneka justru aku berkutat dengan berbagai persoalan sekolah. Bahkan saat menginjak bangku sekolah, hampir semua mata pelajaran mampu ku kuasai dengan baik. Bukannya aku menyombongkannya tapi memang itu adanya.

Seolah hanya dengan satu penjelasan otakku bisa mencerna semuanya dengan cepat.

Namun akhirnya Mama menyadarinya dan melarangkau untuk terlalu mendalaminya atau akan berakibat buruk dimasa depan. Awalnya aku tidak tahu apa yang sangat di takutkan mama.

Cepat atau lambat aku akan mengetahui alasannya mengatakan demikian.

Saat ini Aku hanya tinggal berdua bersama Mama. Dimana Papa? Entahlah. Terakhir kali aku bertanya pada Mama tentang Papa, ia menangis. Ada alasan dibalik tumpahnya air mata yang belum ku mengerti. Sejak saat itu aku tak pernah bertanya lagi. Aku tak ingin membuat Mama sedih apalagi sampai menitihkan air mata.

Bagiku.. keberadaan Mama sudah lebih dari cukup. Yang harus kulakukan adalah membahagiakan mama semampu ku. Persetan dengan teman yang bertanya, tinggal bilang "papa sudah meninggal" semuanya beres. Mereka akan meminta maaf dengan sendirinya karena membahas masalah itu.

Bukan berarti aku membenci mereka, hanya saja, kupikir itu menyebalkan untuk menjawab pertanyaan yang sama berulang kali.

......

Hari ini adalah hari kelulusanku dari salah satu Senior High School.

"All right. Aku akan mempersembahkan semua trofi ini untuk Mama." Gumamku.

Maaf Ma, aku tidak bisa menyembunyikan kemampuanku. Jika aku tak bisa menonjolkannya, dimasa depan aku tidak bisa dikenal dan mendapatkan pekerjaan yang layak untuk hidup nyaman dimasa depan.

Setidaknya itulah pemikiranku, hingga aku merasa begitu senang saat perjalanan pulang.

"Mama. Lihat apa yang Aku dapat.. Aku.." Mataku membulat dengan pupil mengecil, pemandangan yang ada didepanku sungguh mengerikan.
Semua benda yang ditata rapi oleh Mama dirumah kami yang sederhana ini berserakan kemana-mana. Bahkan sofa kami yang terbilang sudah usang pun bertambah hancur dengan berbagai sayatan benda tajam hingga busanya mencuat keluar.

Hal pertama yang terlintas dalam benakku adalah Mama, apa dia baik-baik saja? Kubuka setiap kamar yang mungkin beliau tempati namun nihil, Mama tak kunjung kutemukan.

Pandanganku tertuju pada bercak darah dilantai kamar kami. Yah, memang Aku sudah besar tapi kami selalu tidur bersama, terlebih lagi rumah kami kecil tidak ada cukup ruangan untuk kamar tidur sendiri.

Dengan perasaan yang carut marut aku menekan nomor petugas polisi berharap mereka akan membantuku.
Tak butuh waktu lama mereka untuk tiba dirumah. Aku diberondong berbagai pertanyaan oleh mereka. Namun yang Aku tahu keadaan rumah sudah berantakan begitu sampai.

Karena keteranganku tak bisa dijadikan petunjuk, mereka memutuskan untuk memeriksa rekaman CCTV yang ada disekitar perumahan.

Sial.
Sepertinya pelaku sudah menghapus semua rekaman CCTV yang ada karena mereka tak menemukan keberadaan Mama.

Great Agent and Genius Girl ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora